6.27.2013

Hutan Hujan Tropis Sumatera, Salah Satu Dari Sedikit Warisan Dunia Yang Tersisa


Hutan hujan tropis Sumatera terdiri dari tiga kawasan terlindungi (koridor) yang telah ditetapkan sebagai salah satu cagar alam warisan dunia. Tiga kawasan lindung tersebut adalah Taman Nasional Gunung Leuser di Aceh, Taman Nasional Kerinci Seblat di Perbatasan Sumbar-Jambi-Riau dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan di perbatasan Sumsel-Lampung-Bengkulu. Ketiga taman nasional tersebut mewakili kawasan tersisa dari hutan tropis dunia yang ada di Pulau Sumatera.

Hutan tropis Sumatera yang diwakili ketiga kawasan lindung tersebut merupakan rumah bagi berbagai spesies maupun sub-spesies mamalia yang sangat terancam punah dengan keanekaragaman hayati yang sangat kaya. Diantara binatang yang menjadi simbol penyelamatan hutan hujan sumatera adalah Orangutan Sumatera, Harimau Sumatera, Badak Sumatera dan juga Gajah Sumatera. Berbagai jenis mamalia tersebut merupakan spesie payung (umbrella species) pada kawasan tersebut. Keseimbangan populasi hewan tersebut menggambarkan kesehatan kawasan secara keseluruhan.

Sejarah pembentukan kawasan lindung Sumatera dimulai dengan ditetapkannya Taman Nasional Gunung Leuser seluas 862 km2 pada tahun 1980. Selanjutnya pada tahun 1982 ditetapkan Taman Tasional Bukit Barisan Selatan seluas 356 km2. Terakhir, Taman Nasional Kerinci Seblat seluas 1375 km2 ditetapkan pada tahun 1992. Ketiga kawasan tersebut membentuk suatu koridor perlindungan kawasan hutan Sumatera seluas 2600 km2. Saat ini pengelolaan kawasan lindung tersebut saat ini dilakukan oleh Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Departemen Kehutanan Republik Indonesia.

Tonggak penting  pengelolaan kawasan lindung Sumatera terjadi pada tahun 2005 dengan ditetapkannya ketiga kawasan tersebut sebagai Daftar Warisan Dunia (World Heritage List) oleh UNESCO. Pengakuan ini merupakan tindak lanjut rekomendasi IUCN (Internationale Union of Conversation on Nature) akan arti penting penyelamatan hutan Sumatera.


Compillated from www.iucn.org,

6.25.2013

Peran Para Pihak dalam Mengubah Perilaku Menuju Sebuah Budaya Ramah Lingkungan


Pemanasan global terkait erat dengan siklus karbon di atmosfer, dan hebatnya karbon sendiri terikat dan terkait dengan hampir segala hal yang kita gunakan dan kita lakukan. Setiap desah nafas kita terkait langsung dengan daur karbon di atmosfer. Karbon dan gas rumah kaca lainnya terkait erat dengan produksi dan konsumsi berbagai barang kebutuhan yang kita perlukan dalam kehidupan sehari-hari. Maka, mungkin kita akan menjadi lebih berbudaya ramah lingkungan dalam setiap menit hidup kita.

Perlu diperhatikan bahwa satu hal mungkin lebih berati dibanding yang lain. Dalam artian suatu langkah yang kita pilih menuju sebuah budaya ramah lingkungan akan lebih punya pengaruh dibanding langkah yang lain. Skala prioritas  dalam mengubah perilaku, tindakan  dan perbuatan akan menjadi satu starting point yang berarti.
Pengambil Keputusan, Aktivis, Anggota legislatif
  • Membuka diri terhadap segala informasi terkait isu perubahan iklim a.k.a pemanasan global,
  • Menyebarkan segala pengetahuan dan informasi demi perubahan,
  • Terlibat dalam setiap langkah perubahan,
  • Memberi perhatian lebih dalam setiap pengambilan keputusan.
Orang tua
  • Mendidik anak-anak untuk berperilaku hemat energi,
  • Memberikan pemahaman kepada anak-anak tentang arti penting penghematan sumber daya alam (air, bahan pangan, energi),
  • Memberikan sentuhan religius dalam pemberian pemahaman tersebut (ex. Tuhan membenci orang yang berlebih-lebihan, perilaku mubazir adalah tindakan syetan yang sia-sia) .
Pekerja, Buruh, Pegawai Pemerintah
  • Selalu mematikan komputer ketika ditinggalkan (meski selama jam makan siang),
  • Menggunakan air seperlunya dan msematikan air ketika meninggalkan wc
  • Mematikan lampu dan semua peralatan elektronik ketika tidak digunakan (pastikan alat tersebut tidak dalam keadaan stand-by),
  • Memperbanyak duplikasi dan penggunaan dokumen secara softcopy dan mencetak data hanya bila diperlukan,
  • Memprioritaskan pengadaan secara secara elektronik.
Profesional, Pimpinan Perusahaan, Pemilik Modal
  • Memperkirakan emisi GRK dalam setiap akativitas perusahaan,
  • Mengembangkan inevestasi penggunaan energi secara efisien,
  • Menjalankan investasi dalam pengembangan energi alternatif,
  • Menjalankan perusahaan dalam sektor rendah emisi.

 


Adapted from UNEP & WTO contents

Pengaruh Perdangan Bebas dan Liberalisasi Ekonomi Terhadap Kedaulatan Pangan


Perkembangan konsep kedaulatan pangan tidak terlepas dari fenomena globalisasi yang menuntut adanya liberalisasi sektor perdagangan (a.k.a perdagangan bebas). Gerakan liberalisasi perdagangan yang digagas negara-negara kapitalis-liberal menyandarkan idiomnya pada teori ekonomi yang menyatakan bahwa akan lebih baik apabila setiap unit ekonomi (dalam hal WTO adalah negara itu sendiri) mengkhususkan diri (spesialisasi) pada produksi barang/jasa yang dengan biaya lebih murah dibanding dibanding unit ekonomi yang lain. Perdagangan tanpa batas dalam kasus ini kemudia akan menghasilkan kesejahteraan global yang lebih besar.

Akan tetapi, satu hal yang tidak disadari kemudian adalah bahwa konsep perdagangan ini dalam pandangan sederhana akan menimbulkan efek menang-kalah diantara pihak yang terlibat. Mengantisipasi hal ini, kemudian pihak yang kalah akan mencari item atau komoditi perdagangan lain yang lebih memberikan keuntungan secara komparatif. Dengan konsep spesialisasi ini, maka produksi dunia akan barang-jasa akan terkotak-kotak dan mengesampingkan keanekaragaman (hayati) yang ada. Sebagai misal petani Indonesia sebaiknya menanam kakao yang hanya bisa tumbuh didaerah topis dan tidak menanam jagung atau kedelai meski secara pasar konsumsi kedelai di Indonesia sangat tinggi. Jagung atau kedelai sebaiknya diproduksi oleh petani di Amerika Serikat yang terbukti punya teknologi dan produktivitas yang lebih tinggi dengan harga jual yang lebih murah.

Konsep liberalisasi ekonomi ternyata hanya bagus diatas kertas, kenyataan yang terjadi adalah perdagangan bebas tidak pernah berjalan secara sempurna. Fakta yang ada, “ketidak-sempurnaan“ perdagangan bebas adalah sangat serius dan berbagai peraturan yang dikembangkan dalam menjaga “kebebasan” lebih banyak membawa bahaya daripada kebaikan terhadap liberalisasi itu sendiri. Beberapa ketidak sempurnaan yang banyak disebutkan antara lain :

·         Praktik subsidi produk/prose pertanian yang digunakan secara luas diberbagai negara dengan sistem/penerapan yang sangat berlainan;

·         Perkembangan pasar yang sangat oligopolis akan produk dan input pertanian.

Kondisi tersebut membawa pemikiran dari beberapa pihak yang berkompeten terhadap kedaulatan pangan dengan menyatakan bahwa secara kualitatif produksi bahan pangan dan pertanian adalah sangat berbeda dari perdagangan produk manufaktur yang dihasilkan banyak perusahaan. Pemikiran mereka menyatakan bahwa bahan pangan dan produk pertanian mempunyai nilai kualitatif tertentu dalam hidup dan fungsi sosial, dalam artian dia harus dipandang lebih dari sekedar barang dagangan/komoditi.

Perbedaan pandangan dan penilaian akan bahan pangan dan produk pertanian nampak nyata di banyak negara-negara berkembang. Di kawasan tersebut, produksi pertanian telah membentuk suatu sistem penghidupan dari sebagian besar populasi, lebih jauh proses produksi pertanian merupakan keseluruhan sistem budaya dan ekologi lokal. Dalam hal ini berbagai permasalahan penting terkait sistem ekonomi, lingkungan hidup, dan masalah sosial terikat erat dengan segala aktivitas agrikultur.


Contents adapted from FAO, Rome-Italy

6.19.2013

Kedaulatan pangan, lebih dari sekedar cita-cita kemerdekaan


Frasa kedaulatan pangan menjadi suatu tema yang sangat seksi dalam beberapa dekade terakhir di awal abad ke 21. Tema ini sebegitu menarik utamanya di negara-negara berkembang di kawasan Eropa, Amerika Latin, Afrika dan tentunya juga kita di Asia. Dalam kenyataannya, masalah ini tidak begitu menjadi topik menarik pada negara-negara berbahasa Inggris seperti USA, Australia maupun UK sendiri.

                Tema kedaulatan pangan pertama kali muncul pada tahun 1996 pada agenda World Food Summit (Pertemuan Tingkat Tinggi Pangan Dunia) yang digagas oleh FAO, sebuah badan dunia yang mengurusi masalah pangan. Adalah sebuah organisasi petani pemilik lahan La Via Campesian (LVC) dari Amerika Latin yang pertama kali menggagas ide tersebut.

Akibat perdagangan global, hidup dan mati petani di Amerika Latin sangat dipengaruhi subsidi ekspor bahan pangan dan bantuan pertanian di Amerka Serikat. Kebijakan pemerintah Amerika Serikat telah menjadi semacam dumping produk pangan (impor produk pangan dengan harga dibawah harga lokal, kebanyakan melaui mekanisme subsidi pemerintah) bagi petani kecil di Amerika Latin dan merupakan salah satu efek negatif liberalisasi perdagangan bebas sektor pangandan pertanian  yang digagas WTO.

Hal yang mirip terjadi dengan adanya perang dagang produk pertanian antara Indonesia dan China. Banjir produk buah dari daratan China diperkirakan terjadi melalui mekanisme yang sama. Hal yang kemudian menjadi lebih parah ketika produk buah lokal Indonensi seperti Salak, Kesemek dan Duku mengalami kesulitan untuk menembus pasar Negeri Tirai Bambu. Sementara produk impor buah dari China seprti jeruk dan anggur sebernarnya bukan tidak bisa diproduksi di dalam negeri.

Benang merah yang dapat ditarik dari fenomena ini adalah bahwa mempertahankan kedaulatan pangan ternyata sama beratnya merebut dan mewujudkan cita-cita kemerdekaan. Perdangan global menjadikan semua negara sedemikian volatile dan fragile (rapuh) yang memerlukan proteksi menyeluruh dalam bentuk aplikasi kebijakan dari pemerintah yang lebih pro terhadap produk dan potensi lokal.
 
www.maszoom.blogspot.com
Contents adapted from FAO, Rome-Italy

6.17.2013

Perubahan pola konsumsi, Panduan beragam hal sederhana menuju budaya ramah lingkungan


Tidaklah perlu mencari referensi terlalu jauh untuk memulai sebuah budaya ramah lingkungan demi sebuah perubahan iklim global yang lebih terkendali. Pemanasan global terkait erat dengan siklus karbon di atmosfer, dan hebatnya karbon sendiri terikat dan terkait dengan hampir segala hal yang kita gunakan dan kita lakukan. Setiap desah nafas kita terkait langsung dengan daur karbon di atmosfer. Karbon dan gas rumah kaca lainnya terkait erat dengan produksi dan konsumsi berbagai barang kebutuhan yang kita perlukan dalam kehidupan sehari-hari. Maka, mungkin kita akan menjadi lebih berbudaya ramah lingkungan dalam setiap menit hidup kita.

Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa satu hal mungkin lebih berarti dibanding yang lain. Dalam artian suatu langkah yang kita pilih menuju sebuah budaya ramah lingkungan akan lebih punya pengaruh dibanding langkah yang lain. Skala prioritas  dalam mengubah perilaku, tindakan  dan perbuatan akan menjadi satu starting point yang berarti dengan hasil yang lebih wow, gitu. Diantara hal yang dapat dilakukan antara lain :

  • Memilih produk yang berkualitas tinggi dengan durasi masa pakai yang lebih tahan lama;
  • Melakukan diskusi /konsultasi dengan berbagai pihak lain yang lebih dulu melakukan konsumsi untuk mendapatkan semua informasi yang diperlukan sebelum mengambil keputusan;
  • Mengutamakan semua produk lokal, selain lebih fres hal ini akan mengurangi energi dan penurunan kualitas yang mungkin terjadi selama proses distribusi dan juga menggerakkan ekonomi lokal;
  • Memilih produk sesuai musim, misalnya jangan memaksakan mencari durian atau mangga ketika di luar musim, mungkin anda bisa mendapatkan di suatu swalayan dengan harga sedikit di atas rata rata, anda juga mungkin tak sadar buah tersebut berasal dari Thailand ribuan kilometer jauhnya.
  • Mencoba produk organik akan menjadi tantangan yang menarik;
  • Menghindari mengkonsumsi minuman kemasan;
  • Mengurangi konsumsi daging, selain lebih sehat juga bisa mengurangi emisi gas metan dari peternakan;
  • Menghindari remah-remah, ex. memakan buah apel bersama kulitnya akan lebih bermakna secara nutrisi.
  • Memilih produk sesuai kebutuhan, pembelian dalam kemasan besar/jumbo membawa persepsi kita kepada konsumsi yang lebih gila.
  • Terakhir, ikuti semua aktivitas tersebut dengan 3Rs, reduce (pengurangan/pembatasan), reuse (penggunaan kembali) dan recycle (pendauran ulang).
  • Anda pasti bisa, mungkin anda punya trik n tips lainnya.

... continued someday


Adapted from UNEP & WTO contents

Bagaimana mengubah perilaku, bertindak dan berbuat menuju sebuah budaya ramah lingkungan


Disadari atau tidak, tidak ada sebuah pengganti untuk satu tindakan nyata, sekali kita berpikir untuk mewujudkan satu keinginan kita harus berusaha untuk mendapatkan bagaimana cara untuk melakukannya. Melakukan aksi nyata dalam upaya melawan perubahan iklim akan membuka kunci segala potensi yang ada pada diri kita yang sebelumnya tidak kita sadari.

Sekedar membagi secuil informasi tentang perubahan iklim global kepada setiap orang yang kita temui merupakan cara paling simpel. Beraneka tanggapan orang yang kemudian muncul merupakan refleksi pemahaman dan ketertarikan serta tingkat tanggung-jawab mereka terhadap perubahan iklim global. Jika mereka mengetahui apa yang perlu dan seharusnya dilakukan, mungkin orang tersebut telah memiliki sebuah gagasan untuk melakukannya dan tidak perlu menunggu waktu untuk memulainya.

Tidaklah perlu mencari referensi terlalu jauh untuk memulai sebuah budaya ramah lingkungan demi sebuah perubahan iklim global yang lebih terkendali. Pemanasan global terkait erat dengan siklus karbon di atmosfer, dan hebatnya karbon sendiri terikat dan terkait dengan hampir segala hal yang kita gunakan dan kita lakukan. Setiap desah nafas kita terkait langsung dengan daur karbon di atmosfer. Karbon dan gas rumah kaca lainnya terkait erat dengan produksi dan konsumsi berbagai barang kebutuhan yang kita perlukan dalam kehidupan sehari-hari. Maka, mungkin kita akan menjadi lebih berbudaya ramah lingkungan dalam setiap menit hidup kita.

Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa satu hal mungkin lebih berati dibanding yang lain. Dalam artian suatu langkah yang kita pilih menuju sebuah budaya ramah lingkungan akan lebih punya pengaruh dibanding langkah yang lain. Skala prioritas  dalam mengubah perilaku, tindakan  dan perbuatan akan menjadi satu starting point yang berarti dengan hasil yang lebih wow, gitu.

Untuk lebih spesifik, dapat diberikan beberapa contoh seperti disebutkan dibawah ini :

1.       Untuk hasil yang lebih efektif, fokus kita bawa kepada aktivitas kita yang paling banyak mengeluarkan biaya dengan analogi pembiayaan yang besar berkorelasi dengan emisi yang lebih bear. Seiring waktu berjalan, fokus kita bawa kepada aktivitas yang lebih ringan apabila perubahan perilaku telah sukses kita lakukan. Misal pengeluaran terbesar kita adalah untuk konsumsi (makan), coba ubah dengan memasak sendiri atau opsi lain yang lebih hemat.

2.       Sebisa mungkin menghindari mengkonsumsi segala sesuatu yang akan menambah emisi gas rumah kaca sebagai sebuah tanggung jawab kita.

3.       Ketika memungkinkan pilih opsi yang akan secara aktual mengurangi emisi dengan menaikkan efisiensi dari setiap aktivitas kita, misal dengan memilih menggunakan kendaraan yang lebih baru

4.       Last but not least, jangan biarkan kita terkunci dengan aktivitas/kebiasaan yang familiar kita lakukan ketika suatu hal yang lebih baik datang, membuka mata dan pikiran akan semua potensi dan teknologi yang mungkin datang.
... 2 b continued anyday


Adapted from UNEP & WTO contents

6.10.2013

Alternatif Solusi Mengatasi Banjir, Pembangunan Sumur Resapan


Terjadinya banjir di di suatu kawasan memerlukan solusi yang menyeluruh/integratif dan jangka panjang. Beberapa solusi yang layak dilakukan dalam mengatasi banjir antara lain:
1.    Perlindungan dan pembuatan ruang terbuka hijau, jalur hijau, kawasan konservasi maupun kawasan lindung yang merupakan area tangkapan hujan
2.    Pembangunan pompa pengendali banjir yang ditempatkan dikawasan pemukiman yang akan bekerja secara otomatis membuang air apabila ada rumah yang tergenang air.
3.    Pembuatan dan perbaikan sistem saluran drainase di kawasan pemukiman sehingga mampu menampung seluruh air larian permukaan
4.    Pembuatan sumur resapan air yang berfungsi sebagai tempat menampung air hujan dari atap bangunan dan meresapkan ke dalam tanah. 
 
Selain sebagai salah satu upaya pengendalian air larian permukaan (run off surface water), sumur resapan mempunyai manfaat yang sangat beragam bagi upaya konservasi air tanah. Beragam manfaat yang akan didapatkan dari pembuatan sumur resapan antara lain :
1.    peresapan air hujan kedalam tanah berimbas pada berkurangnya air larian permukaan sehingga memperkecil terjadinya erosi dan mengurangi terjadinya genangan penyebab banjir;
2.    peningkatan konsentrasi air tanah mampu mengurangi konsentrasi pemcemaran air tanah;
3.    mempertahankan tinggi permukaan air tanah dan menambah persediaan air tanah yan akan sangat berguna dimasa –masa kekeringan;
4.    mencegah penurunan/amblasnya tanah akaibat menyusutnya cadangan air tanah; dan
5.    mengurangi atau menahan terjadinya intrusi air laut pada daerah yang berdekatan dengan kawasan pantai.
www.maszoom.blogspot.com
dari berbagai sumber

Banjir, Efek Terganggunya Siklus Hidrologi


Efek terbesar dari terganggunya siklus hidrobiologi adalah terjadinya bencana banjir. Bencana banjir merupakan salah satu bentuk dampak dari kesalahan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan. Beberapa hal yang menjadi penyebab terjadinya bencana banjir antara lain:

1.    Terjadinya penggundulan hutan ditandai dengan masih maraknya praktik illegal logging, praktik pertambanan liar pada kawasan konsevasi dan rusaknya kawasan resapan air di daerah hulu. Daerah hulu yang merupakan kawasan resapan yang berfungsi untuk menahan air hujan yang turun tidak lansung menjadi aliran permukaan;
2.    beralihnya fungsi penggunaan lahan di daerah hulu dari kawasan hutan menjadi kawasan pertanian serta perubahan dari kawasan pertanian menjadi kawasan pemukiman mengakibatkan aliran permukaan menjadi lebih besar ketika hujan turun. Apabila kapasitas daya tampung saluran air/drainase dan sungai tidak mencukupi maka banjir akan terjadi;
3.    pendangkalan saluran drainase dan sungai akibat terjadinya pengendapan material hasil erosi di kawasan hulu menyebabkan penurunan kapasitas daya tampung sehingga air yan berlebih diluapkan sebagai banjir;
4.    pembangunan fisik perkotaan yang kurang terencana juga dapat menyebabkan banjir. Perubahan kawasan terbuka yan berfunsai sebagai kawasan resapan menjdai kaawasan terbangun berimplikasi pda rendahnya air hujan yan dapat diresapkan kedalam tanah sebagai air tanah. Rendahnya air hujan yan meresap berakibat pada tingginya air larian permukaan. Apabila air larian permukaan tersebut melebihi daya tampung akan menyebabkan banjir.

Banjir diperparah dengan tidak adanya kepekaan dan kesadaran masyarakat dalam menjaga lingkungan. Kegiatan masyarakat yang membuang sampah di sungai serta pelaku industri yang membuang limbah di sungai merupakan contoh nyata perilaku ini.

Bencana banjir yang terjadi sebagai akibat terganggunya siklus hidrobiologi semakin bertambah parah dengan adanya pernyimpangan maupun perubahan iklim (climate change)  yang menyebabkan terjadinya hujan dengan intensitas yang sangat besar yang berpotensi menyebabkan banjir.
www.maszoom.blogspot.com
dari  berbagai sumber

Air, Sanitasi, Bencana Alam dan Kelangsungan Hidup Ras Manusia


Dua pertiga permukaan bumi berupa perairan. Begitu juga negara ini mempunyai luas wilayah yang dua pertiganya merupakan lautan. Matahari sebagai pusat energi bagi bumi sehingga mentransformasikan lautan yang luas menjadi uap air. Uap mengapung ke udara di bawa anin ke daratan dimana di tempat yang lebih sejuk uap berubah menjadi butir butir curah hujan yang menyirami daratan bumi. Air hujan ini bersih dari zat kimia laut dan ditangkap oleh hutan penampung hujan. Hutan menyaring air dan meresapkannya kedalam tanah sehingga menjadi mata air yang tawar dan jernih layak diminum bagi manusia, hewan, tumbuhan dan semua makhluk ciptaan Illahi.

Akan tetapi kenyataan apa yang terjadi saat ini? Manusia dengan segala bentuk aktifitasnya begitu konyol untuk mengganggu siklus peredaran air tersebut? Hutan penangkap hujan ditebang kayunya untuk alasan (pertumbuhan) ekonomi dan di kawasan tebangan hutan ini ditanami tanaman komersial semisal karet, kopi, kelapa sawit maupun jenis tanaman pangan yang lain. Lebih parah lagi bekas kawasan hutan yang semestinya menjadi kawasan tangkapan air hujan berubah menjadi kawasan pemukiman, tempat rekreasi, gedung perkantoran maupun kawasan pertambangan. Disini terlihat jelas adanya perbenturan kepentingan dimana perhitungan manfaat jangka pendek lebih dominan dari perhitungan kepentingan jangka panjang.

Menjadi sangat lumrah apabila manusia kemudian menerima segala akibat dari terganggunya siklus hidrobiologi yang terjadi secara alami. Beragam bencana alam (water related disaster) maupun penyakit yang terkait dengan air (water born disease) pun menjadi sedemikian familiar dalam kehidupan kita di masa kini. Bencana banjir maupun tanah longsor datang silih berganti. Beragam penyakit pun timbul karena buruknya sanitasi dan rendahnya kualitas, kuantitas dan kontinuitas air layak konsumsi.

www.maszoom.blogspot.com
dari berbagai  sumber