2.27.2014

Peran Pemerintah Daerah dalam Penaatan Hukum Lingkungan

Usaha dan/atau kegiatan (ilustrasi/net)
Sistem perundang-undangan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara lengkap memuat berbagai ketentuan hukum, baik hukum administrasi, hukum perdata, maupun hukum pidana. Berbagai ketentuan tersebut mempunyai peran penting dalam pendayagunaan berbagai instrumen perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Dalam sistem perundang-undangan tersebut Pemerintah (pusat) bersama pemerintah daerah (propinsi dan kabupaten/kota) berbagi peran dalam usaha penaatan hukum lingkungan, atau dengan bahasa lain penegakan hukum lingkungan.
Komponen pertama sistem perundang-undang memuat ketentuan tentang hukum perdata. Ketentuan hukum perdata meliputi penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dan di dalam pengadilan. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di dalam pengadilan meliputi gugatan perwakilan kelompok, hak gugat organisasi lingkungan, ataupun hak gugat pemerintah. Melalui cara tersebut diharapkan selain akan menimbulkan efek jera juga akan meningkatkan kesadaran seluruh pemangku kepentingan tentang betapa pentingnya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup demi kehidupan generasi masa kini dan masa depan.
Komponen kedua sistem perundang-undang memuat ketentuan tentang hukum pidana. Penegakan hukum pidana dalam undang-undang ini memperkenalkan ancaman hukuman minimum di samping maksimum, perluasan alat bukti, pemidanaan bagi pelanggaran baku mutu, keterpaduan penegakan hukum pidana, dan pengaturan tindak pidana korporasi. Penegakan hukum pidana lingkungan tetap memperhatikan asas ultimum remedium yang mewajibkan penerapan penegakan hukum pidana sebagai upaya terakhir setelah penerapan penegakan hukum administrasi dianggap tidak berhasil. Penerapan asas ultimum remedium ini hanya berlaku bagi tindak pidana formil tertentu, yaitu pemidanaan terhadap pelanggaran baku mutu air limbah, emisi, dan gangguan.
Salah satu bentuk ketentuan pidana tertuang dalam ketentuan pasal 109 Undang undang nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dinyatakan bahwa Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). Beberapa ketentuan lain juga mengatur ketentuan – ketentuan pidana sesuai dengan tingkat pelanggaran yang terjadi.
Komponen terakhir sistem perundang-undang memuat ketentuan tentang hukum adminstrasi. Penegakan hukum administratif di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup didasarkan atas dua instrumen penting, yaitu pengawasan dan penerapan sanksi administratif. Pengawasan dilakukan untuk mengetahui tingkat ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap perizinan lingkungan, perizinan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan ketentuan peraturan perundang undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Sanksi adminsitratif diberlakukan terhadap segala jenis pelanggaran terhadap tiga tool perizinan/ketentuan sebagaimana tersebut di atas.

Berdasarkan ketentuan pasal 76 Undang undang nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dinyatakan bahwa menteri, gubernur, atau bupati/walikota menerapkan sanksi administratif kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap izin lingkungan. Sanksi administratif tersebut terdiri atas: (1) teguran tertulis; (2) paksaan pemerintah; (3) pembekuan izin lingkungan; atau (4) pencabutan izin lingkungan. Ketentuan ini menjadi landasan penting bagi Pemerintah Daerah dalam melaksanakan penaatan hukum lingkungan, melalui instrumen pengawasan yang ditindak lanjuti dengan penerapan sanksi hukum administratif terhadap segala pelanggaran yang ada.
Pengaturan penegakan hukum lingkungan melalui sanksi administrasi disebabkan kondisi bahwa penegakan hukum administrasi mempunyai fungsi sebagai instrumen pengendalian, pencegahan, dan penanggulangan perbuatan yang dilarang oleh ketentuan-ketentuan lingkungan hidup. Melalui sanksi administasi dimaksudkan agar perbuatan pelanggaran itu dihentikan, sehingga sanksi administrasi merupakan instrument yuridis yang bersifat preventif dan represif non-yustisial untuk mengakhiri atau menghentikan pelanggaran ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam persyaratan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
adapted from kemenlh.go.id


2.25.2014

Siapa saja pihak yang terlibat dalam proses AMDAL?

antisipasi dampak lingkungan (ilustrasi/net)
AMDAL adalah kependekan dari Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, di negara-negara barat dikenal sebagai EIA (Environmental Impacts Assesment). AMDAL merupakan sebuah kajian dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang dibuat pada tahap perencanaan dan digunakan untuk pengambilan keputusan.

Proses penyusunan AMDAL DALAM melibatkan beberapa pihak pelaksanaannya. Pihak-pihak yang terlibat adalah Komisi Penilai AMDAL, pemrakarsa, dan masyarakat yang berkepentingan. Komisi Penilai AMDAL merupakan sebuah komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL yang disusun. Komisi ini pada tingkat pusat berkedudukan di Kementerian Lingkungan Hidup, sementara itu pada tingkat propinsi berkedudukan di Bapedalda/lnstansi pengelola lingkungan hidup Propinsi. Khusus di tingkat Kabupaten/Kota berkedudukan di lnstansi pengelola lingkungan hidup Kabupaten/Kota.

Komisi penilai amdal terdiri dari beberapa unsur. Unsur- unsur pemerintah lain yang berkepentingan dan warga masyarakat yang terkena dampak diakomodir dalam Komisi Penilai ini. Tata kerja dan komposisi keanggotaan Komisi Penilai AMDAL ini diatur dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, sementara anggota-anggota Komisi Penilai AMDAL di propinsi dan kabupaten/kota ditetapkan oleh Gubernur dan Bupati/Walikota.

Unsur terakhir yang paling penting dalam penyusunan amdal adalah pemrakarsa. Pemrakarsa adalah orang atau badan hukum yang bertanggungjawab atas suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan. Masyarakat yang berkepentingan adalah masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL berdasarkan alasan-alasan tertentu.  Masyarakat berkepentingan dalam proses AMDAL dapat dibedakan menjadi masyarakat terkena dampak, dan masyarakat pemerhati. Masyarakat yang terkena dampak dapat terjadi karena sebab antara lain : (1) kedekatan jarak tinggal dengan rencana usaha dan/atau kegiatan, (2) faktor pengaruh ekonomi, (3) faktor pengaruh sosial budaya, (4) perhatian pada lingkungan hidup, dan/atau (5) faktor pengaruh nilai-nilai atau norma yang dipercaya.


adaptasi dari kemenlh.go.id

2.24.2014

Instrumen Penegakan hukum administratif di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup

Perlindungan lingkungan hidup (ilustrasi, @wwf)
Penegakan hukum administratif di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup didasarkan atas dua instrumen penting, yaitu pengawasan dan penerapan sanksi administratif. Pengawasan dilakukan untuk mengetahui tingkat ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap perizinan lingkungan, perizinan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan ketentuan peraturan perundang undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Sanksi adminsitratif diberlakukan terhadap segala jenis pelanggaran terhadap tiga tool perizinan/ketentuan sebagaimana tersebut di atas.
Pengaturan penegakan hukum lingkungan melalui sanksi administrasi disebabkan kondisi bahwa penegakan hukum administrasi mempunyai fungsi sebagai instrumen pengendalian, pencegahan, dan penanggulangan perbuatan yang dilarang oleh ketentuan-ketentuan lingkungan hidup. Melalui sanksi administasi dimaksudkan agar perbuatan pelanggaran itu dihentikan, sehingga sanksi administrasi merupakan instrument yuridis yang bersifat preventif dan represif non-yustisial untuk mengakhiri atau menghentikan pelanggaran ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam persyaratan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Bentuk- bentuk pelanggaran yang dapat ditindaklanjuti dengan pemberlakuan sanksi administratif meliputi :
a. Pelanggaran terhadap Izin Lingkungan
Pelanggaran terhadap izin lingkungan adalah segala bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh setiap orang atau penanggung jawab usaha/kegiatan karena:
1)       tidak memiliki izin lingkungan;
2)       tidak memiliki dokumen lingkungan;
3)       tidak menaati ketentuan yang dipersyaratkan dalam izin lingkungan, termasuk tidak mengajukan permohonan untuk izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap operasional;
4)       tidak menaati kewajiban dan/atau perintah sebagaimana tercantum dalam izin lingkungan;
5)       tidak melakukan perubahan izin lingkungan ketika terjadi perubahan sesuai Pasal 50 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan;
6)       tidak membuat dan menyerahkan laporan pelaksanaan terhadap pelaksanaan persyaratan dan kewajiban lingkungan hidup; dan/atau
7)       tidak menyediakan dana jaminan.
b. Pelanggaran terhadap Izin Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pelanggaran terhadap izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah segala bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh setiap orang penanggung jawab usaha/kegiatan karena:
1)     tidak memiliki izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
2)     tidak memiliki izin lingkungan;
3)     tidak memiliki dokumen lingkungan;
4)     tidak menaati persyaratan izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
5)     tidak menaati kewajiban dan/atau perintah sebagaimana tercantum dalam izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; dan/atau
6)     tidak membuat dan menyerahkan laporan pelaksanaan terhadap pelaksanaan persyaratan dan kewajiban lingkungan hidup.
Adapun bentuk Izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah:
1)     izin pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun, yang meliputi:
a.       izin penyimpanan limbah B3;
b.       izin pengumpulan limbah B3
c.        izin pemanfaatan limbah B3;
d.       izin pengolahan limbah B3;
e.       izin penimbunan limbah B3;
2)     Izin dumping ke laut;
3)     izin pembuangan air limbah;
4)      izin pembuangan air limbah ke laut;
5)     izin pembuangan air limbah melalui injeksi;
6)     izin pembuangan emisi ke udara.
c. Peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan hidup.
Peraturan perundang-undangan di bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) beserta peraturan pelaksanaannya terdiri dari:
1)     peraturan pemerintah;
2)     peraturan presiden,
3)     peraturan menteri lingkungan hidup;
4)     peraturan daerah, dan/atau p
5)     peraturan kepala daerah untuk melaksanakan UUPPLH.

Selain bersifat represif, sanksi administrasi juga mempunya sifat reparatoir, artinya memulihkan keadaan semula, oleh karena itu pendayagunaan sanksi administrasi dalam penegakan hukum lingkungan sangat strategis bagi upaya pemulihan media lingkungan yang rusak atau tercemar. Berbeda dengan sanksi perdata maupun sanksi pidana, penerapan sanksi administrasi oleh pejabat administrasi dilakukan tanpa harus melalui proses pengadilan (nonyustisial), sehingga penerapan sanksi administrasi relatif lebih cepat dibandingkan dengan sanksi lainnya dalam upaya untuk menegakkan hukum lingkungan. Yang tidak kalah penting dari penerapan sanksi administrasi ini adalah terbukanya ruang dan kesempatan untuk partisipasi masyarakat dalam upaya pengendalian dampak lingkungan.
adapted from kemenlh.go.id

Sanksi Administratif dalam Upaya Pengawasan dan Pengendalian Dampak Lingkungan

Usaha/kegiatan (ilustrasi)
Upaya preventif dalam rangka pengendalian dampak lingkungan hidup perlu dilaksanakan dengan mendayagunakan secara maksimal instrumen pengawasan dan perizinan. Dalam hal pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup sudah terjadi, perlu dilakukan upaya represif berupa penegakan hukum yang efektif, konsekuen, dan konsisten terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang sudah terjadi. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dikembangkan satu sistem hukum perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang jelas, tegas, dan menyeluruh guna menjamin kepastian hukum sebagai landasan bagi perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam serta kegiatan pembangunan lain.
Sesuai dengan ketentuan pasal 76 Undang undang nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dinyatakan bahwa menteri, gubernur, atau bupati/walikota menerapkan sanksi administratif kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap izin lingkungan. Sanksi administratif tersebut terdiri atas: (1) teguran tertulis; (2) paksaan pemerintah; (3) pembekuan izin lingkungan; atau (4) pencabutan izin lingkungan.
Pengaturan penegakan hukum lingkungan melalui sanksi administrasi disebabkan kondisi bahwa penegakan hukum administrasi mempunyai fungsi sebagai instrumen pengendalian, pencegahan, dan penanggulangan perbuatan yang dilarang oleh ketentuan-ketentuan lingkungan hidup. Melalui sanksi administasi dimaksudkan agar perbuatan pelanggaran itu dihentikan, sehingga sanksi administrasi merupakan instrument yuridis yang bersifat preventif dan represif non-yustisial untuk mengakhiri atau menghentikan pelanggaran ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam persyaratan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Selain bersifat represif, sanksi administrasi juga mempunya sifat reparatoir, artinya memulihkan keadaan semula, oleh karena itu pendayagunaan sanksi administrasi dalam penegakan hukum lingkungan penting bagi upaya pemulihan media lingkungan yang rusak atau tercemar. Berbeda dengan sanksi perdata maupun sanksi pidana, penerapan sanksi administrasi oleh pejabat administrasi dilakukan tanpa harus melalui proses pengadilan (nonyustisial), sehingga penerapan sanksi administrasi relatif lebih cepat dibandingkan dengan sanksi lainnya dalam upaya untuk menegakkan hukum lingkungan. Yang tidak kalah penting dari penerapan sanksi administrasi ini adalah terbukanya ruang dan kesempatan untuk partisipasi masyarakat dalam upaya pengendalian dampak lingkungan.

adapted from kemenlh.go.id

2.21.2014

Fenomena Kabut Asap dan Kualitas Udara di Kabupaten Lima Puluh Kota, Februari 2014


Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Lima Puluh Kota – 21  Febuari 2014. Kebakaran hutan di wilayah Sumatera pada medio Februari  2014 telah berdampak pada timbulnya kabup asap untuk sejumlah wilayah di Sumatera Barat, Riau serta Jambi.  Partikel kabut asap berpotensi mengganggu sistem pernapasan karena mengandung partikel berukuran mikronl (PM10) yang melebihi normal.

Particulate matter (PM) adalah istilah untuk partikel padat atau cair yang ditemukan di udara. Partikel dengan ukuran besar atau cukup gelap dapat dilihat sebagai jelaga atau asap. Sedangkan partikel yang sangat kecil dapat dilihat dengan mikroskop electron. Partikel berasal dari berbagai sumber baik mobile dan stasioner (diesel truk, woodstoves, pembangkit listrik, kebakaran dll), sehingga sifat kimia dan fisika partikel sangat bervariasi. Partikel dapat langsung diemisika  atau terbentuk di atmosfer saat polutan gas seperti SO2 dan NOx bereaksi membentuk partikel halus.
PM-10 Standar merupakan partikel kecil yang  bertanggung jawab untuk efek kesehatan yang merugikan karena kemampuannya untuk mencapai daerah yang lebih dalam pada saluran pernapasan. PM-10 termasuk partikel dengan diameter 10 mikrometer atau kurang. Standar kesehatan berdasarkan PP No. 41 Tahun 1999 untuk PM-10 adalah 150 µg/Nm3 (24 jam).

Menyikapi adanya kabut asap tersebut, Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Lima Puluh Kota bekerja sama dengan  Bapedalda Propinsi Sumatera Barat telah melaksanakan pengujian kualitas udara  di luhak nan bungsu yang dilaksanakan pada tanggal 18 Februari 20. Pengujian dilakukan terhadap 5 (lima) parameter kunci kualitas udara meliputi sulfur dioksida, karbon monoksida, nitrogen dioksida, ozon dan partikulat matter (PM10). Dari hasil pengujian, semua parameter masih dibawah ambang. Perhatian perlu didiberikan dengan konsentrasi PM10 yang sudah mendekati ambang namun dalam status normal sedang.
Tabel : Komparasi Kualitas Udara Kabupaten Lima Puluh Kota (dalam mikrog/NM3)
No
Parameter
Pengujian
Bakumutu
1
Sulfur Dioksida (SO2)
21,260
900
2
Karbon Monoksida (CO)
6,409
30.000
3
NItrogen Dioksida(NO2)
17,760
400
4
Ozon (O3)
9,600
235
5
PM10
142,000
150

Efek utama bagi kesehatan manusia dari paparan PM-10 meliputi: efek pada pernapasan dan sistem pernapasan, kerusakan jaringan paru-paru, kanker, dan kematian dini. Orang tua, anak-anak, dan orang-orang dengan penyakit paru-paru kronis, influenza, atau asma, sangat sensitif terhadap efek partikel. PM-10 yang bersifat asam juga dapat merusak bahan buatan manusia dan merupakan penyebab utama berkurangnya jarak pandang. (www.maszoom.blogspot.com Referensi : Asdep Komunikasi, Sumber: Data Center Pusat Sarana Pengendalian Dampak Lingkungan /Pusarpeda Kementerian Lingkungan Hidup)

2.19.2014

Siapa saja pihak yang terlibat dalam proses AMDAL?

AMDAL adalah kependekan dari Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, di negara-negara barat dikenal sebagai EIA (Environmental Impacts Assesment). AMDAL merupakan sebuah kajian dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang dibuat pada tahap perencanaan dan digunakan untuk pengambilan keputusan.

Proses penyusunan AMDAL DALAM melibatkan beberapa pihak pelaksanaannya. Pihak-pihak yang terlibat adalah Komisi Penilai AMDAL, pemrakarsa, dan masyarakat yang berkepentingan. Komisi Penilai AMDAL merupakan sebuah komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL yang disusun. Komisi ini pada tingkat pusat berkedudukan di Kementerian Lingkungan Hidup, sementara itu pada tingkat propinsi berkedudukan di Bapedalda/lnstansi pengelola lingkungan hidup Propinsi. Khusus di tingkat Kabupaten/Kota berkedudukan di lnstansi pengelola lingkungan hidup Kabupaten/Kota.

Komisi penilai amdal terdiri dari beberapa unsur. Unsur- unsur pemerintah lain yang berkepentingan dan warga masyarakat yang terkena dampak diakomodir dalam Komisi Penilai ini. Tata kerja dan komposisi keanggotaan Komisi Penilai AMDAL ini diatur dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, sementara anggota-anggota Komisi Penilai AMDAL di propinsi dan kabupaten/kota ditetapkan oleh Gubernur dan Bupati/Walikota.

Unsur terakhir yang paling penting dalam penyusunan amdal adalah pemrakarsa. Pemrakarsa adalah orang atau badan hukum yang bertanggungjawab atas suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan. Masyarakat yang berkepentingan adalah masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL berdasarkan alasan-alasan tertentu.  Masyarakat berkepentingan dalam proses AMDAL dapat dibedakan menjadi masyarakat terkena dampak, dan masyarakat pemerhati. Masyarakat yang terkena dampak dapat terjadi karena sebab antara lain : (1) kedekatan jarak tinggal dengan rencana usaha dan/atau kegiatan, (2) faktor pengaruh ekonomi, (3) faktor pengaruh sosial budaya, (4) perhatian pada lingkungan hidup, dan/atau (5) faktor pengaruh nilai-nilai atau norma yang dipercaya.


adaptasi dari kemenlh.go.id

Peran Instrumen pengawasan dan Perizinan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup

Ilmu pengetahuan beserta teknologi yang mengiringi telah secara nyata meningkatkan taraf hidup dan mengubah perilaku hidup manusia. Pemakaian produk berbasis kimia selain mempermudah berbagai segi kehidupan juga telah meningkatkan produksi limbah bahan berbahaya dan beracun. Hal itu menuntut dikembangkannya sistem pembuangan yang aman dengan risiko yang kecil bagi lingkungan hidup, kesehatan, dan kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain.
Di samping menghasilkan produk yang bermanfaat bagi masyarakat, industrialisasi juga menimbulkan dampak, antara lain, dihasilkannya limbah bahan berbahaya dan beracun, yang apabila dibuang ke dalam media lingkungan hidup dapat mengancam lingkungan hidup, kesehatan, dan kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain. Dengan menyadari hal tersebut, bahan berbahaya dan beracun beserta limbahnya perlu dilindungi dan dikelola dengan baik. Menyadari potensi dampak negatif yang ditimbulkan sebagai konsekuensi dari pembangunan, terus dikembangkan upaya pengendalian dampak secara dini.
Analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) adalah salah satu perangkat preemtif pengelolaan lingkungan hidup yang terus diperkuat melalui peningkatkan akuntabilitas dalam pelaksanaan penyusunan amdal dengan mempersyaratkan lisensi bagi penilai amdal dan diterapkannya sertifikasi bagi penyusun dokumen amdal, serta dengan memperjelas sanksi hukum bagi pelanggar di bidang amdal. Amdal juga menjadi salah satu persyaratan utama dalam memperoleh izin lingkungan yang mutlak dimiliki sebelum diperoleh izin usaha.
Upaya preventif dalam rangka pengendalian dampak lingkungan hidup perlu dilaksanakan dengan mendayagunakan secara maksimal instrumen pengawasan dan perizinan. Dalam hal pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup sudah terjadi, perlu dilakukan upaya represif berupa penegakan hukum yang efektif, konsekuen, dan konsisten terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang sudah terjadi. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dikembangkan satu sistem hukum perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang jelas, tegas, dan menyeluruh guna menjamin kepastian hukum sebagai landasan bagi perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam serta kegiatan pembangunan lain.


adapted from Undang-undang 32 Tahun 2009 tentang PPLH

2.17.2014

Apakah yang dimaksud dengan AMDAL?

AMDAL adalah kependekan dari Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, di negara-negara barat dikenal sebagai EIA (Environmental Impacts Assesment). AMDAL merupakan sebuah kajian dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang dibuat pada tahap perencanaan dan digunakan untuk pengambilan keputusan.
Proses menyusunan AMDAL harus memperhatikan berbagai aspek lingkungan. Aspek aspek tersebut antara lain : fisik-kimia, ekologi, sosial-ekonomi, sosial-budaya, kearifan lokal dan kesehatan masyarakat sebagai pelengkap studi kelayakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.

Dasar pelaksanaan amdal adalah Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.

Agar pelaksanaan AMDAL berjalan secara efektif dan dapat mencapai sasaran yang diharapkan, pengawasannya dikaitkan dengan mekanisme perijinan. Peraturan pemerintah tentang AMDAL secara jelas menegaskan bahwa AMDAL adalah salah satu syarat perijinan, dimana para pengambil keputusan wajib mempertimbangkan hasil studi AMDAL sebelum memberikan ijin usaha/kegiatan. AMDAL digunakan untuk mengambil keputusan tentang penyelenggaraan/pemberian ijin usaha dan/atau kegiatan.
Dokumen AMDAL terdiri dari :
  • Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL)
  • Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)
  • Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)
  • Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)
Tiga dokumen (ANDAL, RKL dan RPL) diajukan bersama-sama untuk dinilai oleh Komisi Penilai AMDAL. Hasil penilaian inilah yang menentukan apakah rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut layak secara lingkungan atau tidak dan apakah perlu direkomendasikan untuk diberi ijin atau tidak.

adaptasi dari kemenlh.go.id