|
Ilustrasi wisata alam |
Sejak awal
berkembangnya peradaban, manusia sangat bergantung kebaikan yang diberikan oleh
alam. Fase peradaban manusia pada masa berburu dan meramu bergantung seratus
persen pada apa yang disediakan oleh alam. Seiring perkembangan, alam tidak
lagi mampu menyokong semua kebutuhan terkait daya dukungnya yang terbatas.
Kondisi ini memaksa manusia mengembangkan budaya melalui pertanian yang menjadi
akar bagi penggunaan teknologi yang menjadi puncak puncak peradaban dimasa
sekarang.
Pada era
modern, alam masih menyediakan berbagai kebutuhan yang diperlukan manusia.
Bagaimana kita menghirup oksigen hasil fotosintesi dihutan, air yang keluar
dari mata air di pegunungan, menikmati pemandangan alam, penduduk desa yang
memanfatkan produk hutan non kayu (getah, bahan obat, racun hewan, binatang
buruan), adalah bagian dari jasa yang masih diberikan alam. Pada masa kekinian,
semua budi baik tersebut kita kenal sebagai jasa lingkungan dan ekosistem. Di
era modern, jasa adalah sebuah industri, menjadi sangat penting bagaimana kita
menilai (valuasi) seberapa besar jasa yang dapat diberikan oleh alam kepada
manusia. Inilah yang mendasari pemikiran penilaian (valuasi) ekonomi suatu
ekositem atau lingkungan.
Berbagai
metode valuasi ekomoni banyak dikenal oleh berbagai kalangan. Perbedaan metode
ini erat kaitannya dengan obyek dan sasaran yang akan dicapai dari sebuah kegiatan
valuasi ekonomi. Dengan valuasi ekonomi, akan diketahui seberapa besar nilai
ekonomi suatu ekosistem dan lingkungan yang akan menopang kesejahteraan
manusia. Nilai ekonomi dari suatu ekosistem dan lingkungan yang tidak kentara
mengakibatkan keberadaanya kadang dipandang sebelah mata dalam pembuatan sebuah
kebijakan. Akibatnya kerusakan dan dampak yang ditimbulkan dari suatu tindakan
manusia baru disadari manakala fungsi jasa lingkungan dan ekosistem tersebut
tidak lagi dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia.
Diantara
manyak metode metode valuasi ekonomi tersebut, salah satunya adalah Metode biaya perjalanan (Travel Cost Methode/TCM). Metode ini banyak digunakan dan sesuai
untuk memperkiraan nilai ekonomi suatu oebyek wisata alam. TCM dilaksanakan berdasarkan
asumsi atau anggapan bahawa seseorang mengadakan perjalanan kembali ke tempat
wisata alam sampai dengan utilitas marjinal dari perjalanan tersebut sama
dengan biaya marjinal dari perjalanan itu sendiri. Biaya marjinal suatu
perjalan adalah biaya dalam pengertian biaya waktu dan biaya transportasi. Biaya
perjalanan ini akan menggambarkan secara langsung preferensi dari tempat
rekreasi dan secara tidak langsung preferensi dari suatu obyek wisata alam.
Dalam metode
secara TCM, ada beberapa asumsi yang mendasari suatu perjalanan ke sebuah
tempat wisata, beberapa diantaranya adalah biaya transportasi, pendapatan,
karakteristik dari tempat, harga substitusi dan lain lain. Biaya perjalanan,
bagaimanapun terkait dengan jarak. Untuk menentukan kemauan membayar (willingness
to pay), beberapa lingkaran jarak (distance
circles) ditentukan pada jarak tertentu area layanan. Persentase jumlah
penduduk pada setiap lingkaran dengan jumlah biaya perjalanan tertentu ditentukan
melalui survey.
Sekarang diasumsikan bahwa suatu tempat wisata
tertentu, sebanyak 25% populasi pada lingkaran jarak kedua akan berkunjung
dengan biaya misal Rp 100.000,- dan penduduk pada lingkaran jarak pertama
(lebih dekat), sebanyak 50% mengeluarkan biaya sebanyak Rp 50.000,- pada setiap
kunjungan. Metode TCM sekali lagi mengasumsikan bahwa penduduk disetiap
lingkaran adalah homogen. Selanjutnya dapat diketahui bahwa kemauan membayar
sebenarnya dari penduduk lingkaran pertama sebenarnya adalah Rp 100.000,-
meskipun mereka hanya mau mengeluarkan sebanyak Rp 50.000,- dimana jarak yang
lebih dekat menjadi salah satu alasan. Selanjutnya berdasarkan data survey yang
ada dapat ditentukan titik keseimbangan yang terjadi melalui ekstrapolasi
antara kurva permintaan dan penyediaan jasa. Titik ini menunjukan kesimbangan
pasar yang menunjukan arti penting (valuasi) tempat wisata tersebut dari sisi
ekonomi, dilihat dari sisi rekreasional semata.