Bagian ketiga
rangkaian tulisan ini mengupas tentang prinsip-prinsip dasar yang harus
dipegang dalam mengelola keterlibatan masyarakat adat dalam proses kajian
lingkungan hidup. Diantara prinsip dasar tersebut adalah : (1) persamaan
derajat (eguality); (2) kekhasan (uniqueness); (3) Pengakuan Hak (rights); (4) kedaulatan (soverenity); (5) Cagar Budaya (cultural heritage) dan (5) penghormatan
kepada pemuka adat (free prior informend
consent).
Selanjutnya
dalam bagian ini kita akan mengupas lebih jauh tentang faktor yang mempengaruhi
peran masyarakat adat dalam proses kajian lingkungan hidup. Faktor ini
menjelaskan bagaimana prinsip dasar diterapkan dalam setiap tahapan kajian
lingkungan hidup.
Faktor
pertama. Proses kajian dampak lingkungan hidup (EIA maupun SEA) harus dijalankan secara terbuka dan transparan
bagi masyarakat adat. Mereka memiliki hak untuk mendapatkan informasi secara
menyeluruh terkait dengan keputusan yang mungkin diambil dalam suatu proyek
yang berkaitan dengan wilayah tradisional mereka.
Menjadi suatu
keharusan bagi pemerintah dan pengembang untuk melibatkan mereka secara aktif
dalam penyusunan kebijakan. Keterlibatan tersebut mungkin dalam bentuk yang
berbeda dibandingkan dengan para pihak yang lain, terkadang masyarakat
tradisional memiliki metode komunikasi tersendiri dari masyarakat modern.
Sebagai contoh mereka mungkin lebih mengedepankan komunikasi verbal/oral, suatu
naskah tertulis mungkin tidak mempunyai arti apa-apa bagi mereka.
Faktor kedua.
Proses penyusunan EIA/SEA mengakomodasi beragam tingkat partisipasi dari
masyarakat. Keterlibatan ini dapat beragam mulai dari pemberian opini sampai
dengan keterlibatan dalam pembuatan keputusan dengan menggunakan wewenang yang
dimiliki. Keterbukaan dari pengembang harus dikedepankan untuk dapat mengetahui
seberapa aktif masyarakat adat dapat terlibat dalam suatu proses kajian SEA
maupun EIA.
Faktor Ketiga.
Proses penyusunan EIA harus menyediakan
kesempatan dan jaminan bahwa partisipasi mereka membawa arti penting yang
positif. Pengembang seharusnya tidak hanya menanyakan kepada masyarakat lokal/
setempat akan opini mereka terhadap pembangunan yang (akan) dilakukan. Lebih
dari itu, pengembang harus mampu memberi umpan balik kepada masyarakat lokal
bahwa pendapat yang mereka kemukakan berarti sangat penting dan sudah dimasukan
dalam proses penyusunan kajian.
Faktor
keempat. Proses kajian lingkungan hidup menjamin adanya kesetaraan gender. Dalam
budaya masyarakat tradisonal, laki-laki dan perempuan memiliki peran yang
berbeda. Mereka mungkin memiliki tanggung-jawab yang berbeda terkait
nilai-nilai lokal setempat serta pengelolaan cagar budaya yang mereka miliki. Menjadi
sangat penting untuk mempertimbangkan sudut pandang keduanya dalam pengambilan
keputusan terkait kajian dampak penting. Keadaan ini memaksa pengembang untuk
mendapatkan informasi dari sudut pandang laki-laki dan perempuan masyarakat
lokal.
Faktor kelima.
Proses kajian dampak penting menyediakan ruang untuk sebuah proses mediasi.
Berbagai perbedaan sudut pandang menciptakan beragam kesulitan bagi masyarakat
adat maupun pengembang sebagai representasi pihak yang mempunyai K/R/P. Keadaan
ini harus disikapi dengan berbagai pendekatan untuk memecahkan masalah yang
mungkin terjadi dalam prosesnya.
Faktor keenam
....
(bersambung
tulisan terakhir)
(wwww.maszoom.blogspot.com adated from IAIA)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar