Hampir 900
juta penduduk dunia mengalami kelaparan yang pada umumnya terjadi di
negara-negara dunia ketiga. Pada saat yang sama lebih dari satu milyar manusia
kelebihan makan yang berpengaruh pada berat badan dan kesehatan. Umumnya
kejadian ini terjadi di negara-negara yang mengaku sudah maju. Dengan pola
produksi dan konsumsi bahan pangan dunia seperti sekarang ini, produksi pangan
dunia diperkirakan harus digenjot sampai dengan 60 persen pada tahun 2050.
Penanganan bahan
pangan pasca panen yang lebih efektif dan efisien kemudian menjadi satu hal
yang paling realistis untuk dikembangkan demi menjamin keteraturan suplai
pangan dari ladang ke meja makan. Sebagai gambaran, pengelolaan panen yang
buruk di negara-negara Afrika Sub-Sahara berpotensi menyebabkan kehilangan bahan pangan senilai
US$ 4 milyar atau Rp 40 triliun
pertahunnya. Angka tersebut sudah lebih dari cukup untuk memberi makan 48 juta
penduduk SELAMA SETAHUN.
Bahan makanan
yang hilang dan terbuang menjadi sampah mengakibatkan kita kehilangan
kesempatan untuk memberi makan penduduk dunia yang sedang tumbuh. Keadaan ini juga berimbas pada
menurunnya kelestarian lingkungan, menurunnya kualitas lahan, terganggunya
persediaan sumber air dan juga rusaknya potensi keanekaraman hayati. Terbentuknya
gas metan dari makanan yang terbuang menjadi sampah juga berdampak besar
terhadap perubahan iklim global.
Kehilangan
pangan pada penangan pasca panen dan makanan yang terbuang menjadi sampah
sepanjang jalur distribusi dan konsumsi mempunyai dua dampak negatif yang sama
besar terhadap lingkungan : tekanan/eksploitasi
terhadap sumber daya alam dan jasa ekosistem; dan timbulnya polusi dari sampah makanan yang dibuang.
Dalam konteks
global, seiring meningkatnya tekanan terhadap sumber daya alam, saat ini hampir sepertiga makanan yang dihasilkan atau sekitar 1,3 milyar ton pertahun terbuang percuma tanpa sempat termakan. Sebagian
mungkin berasal dari dapur dan meja makan anda?
www.maszoom.blogspot.com adapted
from FAO, Rome, Italy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar