Pemanasan global telah membawa efek karambol tidak hanya terhadap
lingkungan hidup tetapi juga telah berimbas secara serius terhadap aspek
ekonomi dan politik. Ekosistem, mulai dari puncak salju Himalaya, sampai biru
laut dangkal Maladewa sedang mengalami perubahan yang sangat cepat sepanjang
sejarah umat manusia.
Perubahan keseimbangan ekosistem terjadi hampir diseluruh penjuru
jagat. Kota-kota pesisir menghadapi bahaya tenggelam akibat naiknya permukaan
air laut. New York, Tokyo, Mumbai, Hong Kong, London, Sidney dan Singapura
mungkin akan tinggal sejarah dalam kurun seabad mendatang.
Perubahan iklim berimbas pada semakin meluasnya gurun pasir yang
semula adalah lahan hijau pertanian, Australia, China, Amerika Serikat dan
negara-negara Sub Sahara menghadapi masalah yang hampir serupa. Imbas lebih parah dari perubahan iklim global
yang terasa secara ekonomi adalah terganggunya pola cuaca yang semakin tak
menentu.
Gelombang panas, angin topan, suhu ekstrim, salju di luar musim
hanya merupakan beberapa kasus nyata. Akibatnya ribuan penerbangan dan jadwal
pelayaran terganggu, berbagai perusahaan merugi seara ekonomi. Satu yang pasti,
kedepan hal hal ekstrim akan mejadi suatu yang biasa.
Efek pemanasan global tidak hanya berhenti di situ. Seluruh dunia
menanggung konsekuensi yang sama. Akan tetapi rakyat miskinlah yang paling
terimbas dari terjadinya bencana yang terkait dengan cuaca diiringi dengan
lonjakan harga berbagai kebutuhan.
Bahkan negara super kaya sekalipun menghadapi masalah serupa
dengan terjadinya resesi ekonomi dan potensi konflik kepentingan antar negara
terkait semakin terbatasnya cadangan sumber daya. Apa yag terjadi di Jepang dan
konflik dengan China akan kepemilikan sebuah pulau yang luasnya tidak lebih
dari beberapa hektar, adalah salah satu contoh nyata.
Menjadi satu hal yang sangat penting upaya mitigasi perubahan
iklim, pengentasan kemiskinan dan pengembangan sistem ekonomi dan politik yang
mengedepankan stabilitas. Semua bisa dimulai dengan merubah perilaku kita dalam
mengemisikan gas rumah kaca.
Contents adapted from The United Nations
Tidak ada komentar:
Posting Komentar