Sesudut Mungka, Kabupaten Lima Puluh Kota |
Dalam rentang waktu 2005 – 2013, perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup di Kabupaten Lima Puluh Kota telah mengalami
perkembangan yang sangat nyata. Tantangan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup melaju seiring perputaran
roda perekonomian. Dengan target pertumbuhan ekonomi sebesar 7,16 % pada tahun 2015, lingkungan hidup di
Kabupaten Lima Puluh Kota harus bersiap mengantisipasi segala dampak buruk
pertumbuhan ekonomi. Kejadian semisal pencemaran dan penurunan kualitas lingkungan harus selalu terkontrol untuk menjaga keseimbangan pilar - pilar
pembangunan berkelanjutan, lingkungan hidup-ekonomi-sosial.
Ketersediaan sumber daya alam secara kuantitas
ataupun kualitas tidak merata, pada sisi lain kegiatan pembangunan membutuhkan
sumber daya alam dalam jumlah yang tidak sedikit. Pada banyak kejadian,
eksploitasi sumber daya alam perawan (virgin
resources) menjadi salah satu magnet dalam mendongkrak pendapatan asli
daerah (PAD). Kegiatan pembangunan mengandung risiko terjadinya pencemaran dan
kerusakan lingkungan. Kondisi ini
mengakibatkan daya dukung, daya tampung, produktivitas dan kualitas
lingkungan hidup menurun yang pada akhirnya kontraproduktif dan menjadi beban
sosial.
Kondisi objektif lingkungan hidup di Kabupaten
Lima Puluh Kota tergambar dari isu lingkungan hidup prioritas yang
berkembang dewasa ini (SLHD, 2012). Permasalahan yang muncul
antara lain:
- Kerusakan hutan dan lahan, dengan luasan tidak kurang dari 137,167 Ha, Kabupaten Lima Puluh Kota menjadi yang terdepan dalam urusan lahan hutan yang berada pada kondisi kritis.
- Kerusakan bantaran sungai, dengan sebagian besar diantaranya disebabkan penambangan mineral non logam/ galian C di badan air menyebabkan sungai tidak lagi seimbang untuk mendukung fungsi sungai sebagai penyangga kehidupan dalam aspek sosial, ekonomi maupun lingkungan hidup.
- Bencana alam dan bencana lingkungan seperti banjir, longsor, kelangkaan air bersih dan kebakaran hutan, yang dalam beberapa kasus erat kaitannya dengan kerusakan daerah tangkapan air (cacthment area).
- Pemenuhan sumber air minum dan air baku, dengan sebagaian besar penduduk Kabupaten Lima Puluh Kota belum mendapatkan layanan air bersih dimana aspek kualitas dan kontinuitas menjadi dua hal yang tidak bisa ditawar lagi, dan
- Perkembangan sektor peternakan, utamanya dalam subsektor ternak unggas/ayam yang telah membawa dampak lingkungan yang tidak sedikit di Kabupaten Lima Puluh Kota, mulai dari pencemaran udara, bau menyengat, terganggunya keseimbangan air tanah sampai dengan emisi gas rumah kaca dari kotoran yang berkontribusi pada pemanasan global.
Selain lima isu lingkungan hidup
strategis diatas, masih terdapat beberapa isu dominan lain, salah satunya pengelolaan sampah sebagai tambahan. Melalui pengelolaan yang terstandar, sampah dapat dipandang sebagai salah satu sumber daya (material dan energi) alternatif layaknya yang sudah dilakukan di banyak daerah. Akan tetapi sayang seribu
sayang pengelolaan di Kabupaten Lima Puluh Kota masih
berkutat pada adagium kumpul-angkut-buang
(end of pipe). Hal yang terjadi kemudian alih- alih menuai
jutaan rupiah dari sampah, malah segala masalah buruk sampah seperti tersebarnya berbagai penyakit
menular akibat akumulasi sampah yang tidak ditangani secara sewajarnya (*_*).
adaptasi dari beberapa sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar