Minyak sawit, minyak nabati paling penting sejagat (net) |
Pertumbuhan nilai perdagangan komoditi minyak
nabati dunia telah mengalami peningkatan tajam dalam beberapa dekade terakhir. Beberapa factor telah menjadi pendorong perkembangan tersebut dengan
beberapa diantaranya adalah : (i) peningkatan kebutuhan minyak nabati yang
dipicu naiknya tingkat konsumsi akibat pertumbuhan penduduk, peningkatan taraf
hidup dan perubahan pola makan di beberapa negara berkembang seperti China dan
India ; (ii) perkembangan industri bioenergi khususnya biodiesel di seluruh
dunia, khususnya di kawasan Uni Eropa, Amerika Serikat, Brazil, Argentina,
China dan India; (iii) kenaikan harga juga dipicu beberapa factor secara tidak
langsung seperti kenaikan harga minyak bumi, cadangan komoditi yang terbatas,
kekeringan dan ulah spekulan komoditi; dan terakhir (iv) perubahan iklim global
yang dapat berdampak luas dalam aspek geografis.
Dalam beberapa
tahun terakhir muncul beberapa pelaku penting dan kecenderungan supply and
demands didominasi oleh : (i) China, sebagai pemimpin dunia dalam hal impor
minyak nabati; (ii) Indonesia, Malaysia dan Agentina dengan porsi mencapai 75%
merupakan tiga negara utama pengekspor minyak nabat, dalam hal ini minyak sawit;
(iii) Brazil telah menjadi salah satu eksportir kedelai kedua setelah Amerika
Serikat, dimana kedelai tersebut selain sebagai bahan pangan juga menjadi
makanan ternak (pakan) dan bahan minyak kedelai ; (iv) Argentina menjadi
penguntit berikutnya dalam hal produksi dan ekspor kedelai di dunia.
Pasar minyak
nabati dunia saat ini terbagi dalam dua golongan besar (i) bahan pangan yang
mencapai 80% dari total produksi dan (ii) pemenuhan kebutuhan industri termasuk
didalamnya biodiesel. Aspek terbesar pendorong
pertumbuhan kebutuhan minyak nabati masih pada pemenuhan kebutuhan bahan
pangan meski perkembangan kebutuhan sebagai sumber energy
alternative/biofuel/bio energy semakin penting.
Sebagian besar
masyarakat dunia telah menjadikan bioenergi sebagai kambing hitam terhadap
meningkatnya harga pangan dunia. Selain itu konversi lahan untuk produksi
minyak nabati di berbagai negara tropis dunia dianggap sebagai salah satu
katalisator kerusakan hutan. Latar belakang sebenarnya sangat beragam dan
rumit, dengan factor utama yang menjadi dampak kenaikan tersebut adalah
fluktuasi/kenaikan harga minyak bumi dan ulah nakal spekulan komoditi pangan
dalam perdagangan yang semakin mengglobal. Secara nyata telah dengan jelas
tergambar bahwa biaya dasar dari bahan baku mempunyai peran yang relative kecil
dalam penentuan harga jual komoditi pangan di negara berkembang. Yang kemudian
lebih berpengaruh terhadap komoditi tersebut adalah isu isu lain yang sama
sekali tidak terkait dengan bahan baku komoditi sebagaimana tersebut diatas.
Pasar minyak
nabati dunia saat ini sedang mengalami perubahan mendasar, dan akan menghadapi tantangan
yang tidak ringan dengan berbagai peluang besar yang mengiringi. Perkembangan
standar hidup di berbagai negara berkembang, perkembangan populasi yang diikuti
perubahan pola diet/asupan gizi dan ekspansi kebutuhan bioenergi merupakan
kecenderungan utama/tren yang akan memegang peran dalam perkembangan sector komoditi
ini dimasa mendatang.
Pasar komoditi
minyak nabati dunia mempunyai gambaran yang sangat beragam, dimulai dari Cina
dengan cirri impor yang sangat besar, sampai dengan India yang mempunyai
perkembangan pasar rumah tangga yang sangat besar. Indonesia bersama dengan
Malaysia yang secara tradisional telah menjadi produsen utama minyak nabati
dunia (i.e minyak sawit), saat ini mulai mendapat tantangan kompetitif dengan
besarnya ekspansi lahan dari beberapa negara lain seperti Thailand dan
Kolombia. Amerika Serikat dan Kanada sebagai eksportir utama minyak kedelai,
saat ini telah mendapat tantangan serius dalam menentukan pasar dengan
berkembangnya sector komoditi ini di negara Brasil maupun Argentina.
www.maszoom.blogspot.com
Sumber : IEA
Bioenergy Final Report, 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar