Taman di halaman rumah (doc pribadi) |
Sebagian keluarga di Indonesia merupakan
rumah tangga agraris yang menyandarkan pemenuhan kebutuhan dari budidaya
pertanian. Tak ubahnya rekan mereka yang di kawasan rural, masyarakat urban
(perkotaan) di Indonesia juga membawa gaya hidup yang sama, meluangkan waktu,
tenaga dan dana sekedar untuk menyalurkan hobi berkebun, menanam bunga atau
tanaman budidaya. Di Amerika, lebih dari 7% rumah tangga urbannya terlibat
kegiatan berkebun dalam berbagai level, mulai dari sejedar hobi untuk memiliki
koleksi bunga yang indah, hijaunya halaman dengan rerumputan, penyediaan buah
segar dari kebun belakang sampai dengan penyediaan sayuran. Selain itu ada juga
yang meluangkan hobi berkebun sekedar untuk mendapatkan ketenangan, keheningan
dan kedekatan dengan alam yang sudah sangat jarang dalam masyarakat urban
dimana segalanya diukur dengan uang dan waktu yang memburu.
Tak disangka dari berbagai latar belakang
kegiatan berkebun urban diatas, ada aspek lain yang tak disadari namun sangat
berharga. Berkebun dengan perlakuan tertentu ternyata ikut andil dalam melawan
pemanasan global. Hebatnya disini, kegiatan yang sederhana ini, tanpa disadari
menjadi salah satu kunci masyarakat urban untuk turut serta membela bumi. Hubungan
pemanasan global dan berkebun ramah lingkungan terkait erat dengan beberapa
aspek lain seperti pengetahuan tentang daur karbon, ilmu tanah, tumbuhan dan
perubahan iklim. Selain itu berkebun ramah lingkungan juga berkaitan dengan
pengelolaan sumber daya alam dan adaptasi pemenuhan kebutuhan dari halaman
belakang. Alih alih mengemisikan karbon (carbon emitting), berkebun dan
berbagai budidaya pertanian ramah lingkungan merupakan satu - satunya kegiatan
manusia yang menyimpan karbon (Carbon sink), turut menjaga keseimbangan konsentrasi
karbon di atmosfer.
Para ilmuan percaya bahwa pemanasan global
adalah sedang berlangsung, merupakan buah yang tumbuh sebagai hasil dari
peningkatan konsentrasi karbon dioksida dan berbagai gas penjebak panas yang
lain di atmosfer atau lebih dikenal sebagai gas rumah kaca. Peningkatan ini
merupakan akibat dari berbagai aktivitas manusia dengan pembakaran bahan bakar
fosil (fossil fuels burning) sebagai faktor utama. Ketika peningkatan
konsentrasi karbon dioksida diatmosfer mengganggu kesetimbangan daur karbon,
dia akan berlaku laksana selimut, menahan panas di atmosfer dan sebagai
konsekuensi adalah terganggunya pola cuaca diberbagai belahan dunia.
Dalam pemanasan global yang sedang berproses,
kita akan lebih sering menjumpai badai, angin ribut, gelombang panas, cuaca
ekstrim, kemarau panjang ataupun banjir yang memicu kegagalan panen. Pemanasan
global juga memicu pencairan es dikutub, menjadi penyebab kenaikan permukaan
air laut dan berpotensi menenggelamkan kota-kota di pesisir. Perubahan pola
cuaca ini selanjutnya memicu perubahan iklim yang membawa berbagai konsekuensi,
tidak hanya aspek kesejahteraan dan kesehatan, namun juga kelangsungan hidup
seluruh makhluk penghuni bumi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar