ilustrasi kebun bunga (doc pribadi) |
Saat ini dunia sedang mengalami dilema dengan
semakin parahnya perubahan iklim global sebagai akibat pemanasan global.
Pemanasan global pada dasaranya adalah terjadinya gangguan pada kesetimbangan
daur karbon akibat berbagai aktivitas manusia. Ketika kita membakar minyak
bumi, gas alam atau batubara, sejumlah besar rantai karbon prasejarah (fossil fuel) yang sudah tersimpan
dibawah tanah selama jutaan tahun terbebaskan kembali ke atmosfer dalam bentuk
karbon dioksida. Alternatif jalan yang dapat ditempuh untuk menyelamatkan
kesetimbangan daur karbon tersebut adalah dengan mengunci atom karbon tersebut
kembali dalam tanah.
Petani dan para peminat budidaya pertanian
urban ikut berpartisipasi dan berperan dalam daur komplek tersebut melalui
tanaman yang mereka kembangkan. Tumbuhan menangkap karbon dioksida dan diubah
menjadi karbohidrat (pati atau gula) dan senyawa karbon lain (ex. selulose,
lignin) yang menjadi komponen penyusun jaringan tumbuhan. Ketika jaringan
tumbuhan yang kaya senyawa karbon ini dikonsumsi oleh binatang, atau ketika
tanaman mati dan mikroorganisme tanah mendekomposisi menjadi kompos, karbon dioksida
terbentuk dan kembali masuk ke atmosfer seperti sedia kala.
Kegiatan
berkebun dapat dianggap sebagai suatu tindakan yang ramah lingkungan apabila
hasil dari kegiatan tersebut secara prinsip menghasilkan lebih banyak karbon
tersimpan dalam bentuk biomassa (massa tanaman) daripada karbon yang
teremisikan. Pada dasarnya, langkah untuk mengukur tingkat emisi dari suatu
kegiatan pertanian adalah sangat komplek dan menantang dengan melibatkan
parameter yang tidak sedikit. Emisi ini akan mepertimbangkan penggunaan bahan
bakar dalam pembibitan, penggunaan air, energi untuk membuat peralatan dan
aspek lainnnya.
Berbagai
jenis bahan dan peralatan - selanjutnya kita sebut sebagai input, yang
digunakan dalam kegiatan berkebun mempunyai efek nyata terhadap jumlah karbon
yang tersimpan ataupun teremisikan. Berbagai peralatan mekanis berbahan bakar
fosil seperti mesin potong rumput maupun mesin pompa air merupakan contoh
sebagian alat yang secara nyata mengemisikan karbon dioksida.
Selain
peralatan, berbagai bahan (kimia) juga berkontribusi terhadap pemanasan global.
Salah satunya adalah pupuk buatan, terutama yang berbasis nitrogen memerlukan
energi yang sangat besar untuk membutanya, otomatis mengemisikan karbon yang
tidak kalah besar. Bahkan pupuk organik berbasis nitrogen seperti kompos dan
pupuk kandang juga mengemisikan gas rumah kaca dalam jumlah tertentu, utamanya
apabila waktu dan aplikasinya tidak tepat. Dalam sebuah studi di Amerika Serikat, hampir
separuh pupuk buatan yang digunakan tidak terserap oleh tanaman dan terbuang
percuma ke badan air, terlarut dalam air bawah tanah dan terdegradasi menjadi
nitrogen oksida, gas rumah kaca yang 320 kali lebih kuat dari karbon dioksida.
Hal yang mirip terjadi dalam penggunaan pupuk secara berlebihan pada halaman
rumput yang terawat, dapat menjadi sumber emisi nitrogen oksida.
Selain pupuk
buatan, pestisida (termasuk insektisida, herbisida, dan fungisida) juga
berkontribbusi terhadap pemanasan global. Pestisida dalam pembuatannya di
pabrik, pengepakan dan distribusi memerlukan energi yang sangat besar, yang
berkorelasi dengan emisi karbon. Sebuah studi terbaru mengindikasikan bahwa
dalam proses produksinya, herbisida merupakan jenis peptisida yang menghasilkan
emisi karbon relatif lebih banyak di dibanding jenis pestisida lainnya dan
glipospat sebagai bahan aktif dalam herbisida merupakan senyawa kabon paling
intensif (banyak). Pada akhirnya, penggunaan alternatif bahan alam menjadi
solusi yang lebih memungkinkan untuk membatasi emisi karbon.
referensi : Union of Concerned Scientist, USA, April 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar