Ilustrasi kehati |
Langkah penting dalam mendiskusikan
gagasan nilai keanekaragaman hayati adalah dengan mendefiniskan terlebih dahulu
keanekaragaman hayati itu sendiri. Sesuai dengan UNCBD (1992), keanekaragaman
hayati didefiniskan sebagai variabilitas diantara berbagai mahluk hidup dari
segala sumbernya, termasuk diantaranya daratan (terrestrial), lautan dan kompleksitas ekologis dimana mereka
menjadi bagiannya. Keanekaragaman hayati mencakup empat tingkatan yaitu tingkat
genetik, spesies, ekosistem dan fungsional ekosistem. Dalam tingkatan
paling dasar, keanekaragaman hayati menggambarkan tingkat variabilitas dalam
spesies. Dapat dikatakan level ini memperhatikan informasi yang diwakili secara
genetik dalam DNA setiap individu tumbuhan dan hewan yang meliputi gen, nukleotida, kromosom dan individu.
Keanekaragaman
spesies merujuk kepada keberagaman spesies. Secara fisik level ini ditunjukan
dengan keanekaragaman kingdom, phyla,
famili, genera, subspesies, spesies dan populasi.
Estimasi empiris dari level ini ditunjukkan dengan tingkat ketidak-pastian yang
tinggi. Dalam kenyataanya, hanya sekitar 1,5 juta spesies yang telah diketahui
saat ini (Parker,1982; Arnett, 1985),
dengan perkiraan bumi menjadi rumah bagi 5-30 juta spesies lainnya (Wilson, 1988). Karena keanekaragaman
genetik dan spesies adalah berkaitan erat, terkadang perbedaan keduanya menjadi
sangat kabur, menjadi relevan kemudian keduanya diwakili oleh keanekaragaman
genotif dan fenotif untuk memudahkannya.
Keanekaragaman
ekosistem merujuk kepada keanekaragaman dalam tingkat supra-spesies atau tingkat komunitas.
Hal ini mencakup keanekaragaman komunitas organisme dalam habitat dan kondisi
fisik tertentu dimana mereka hidup. Suatu paradigma lama yang telah lebih dulu
berkembang menganggap bahwa keanekaragaman spesies merupakan aspek paling penting
dalam keanekaragaman hayati karena kemampuannya untuk meningkatkan
produktifitas dan stabilitas ekosistem (Odum,1950).
Akan tetapi kajian akhir-akhir ini menunjukan bahwa tidak ada pola khusus yang
menunjukan hubungan yang diperlukan antara keanekaragaman spesies dan
stabilitas ekosistem (Johnson et al.,
1996). Kekuatan suatu ekosistem lebih ditentukan keberadaan organisme atau
kelompok organisme tertentu, yang lebih dikenal sebagai spesies kunci (keystone spesies) (Folke et al, 1996).
Keanekaragaman
fungsional merujuk kepada kemampuan ekosistem untuk mendukung kehidupan dan
menyerap dalam level tertentu tekanan dan benturan, tanpa merubah ekosistem
saat ini menjadi suatu rejim perilaku yang lain, misalnya domain stabilitas
yang lain (Turner et al., 1999). Pendekatan
ini pada awalnya dikenal sebagai resiliensi (resilience)
(Holling, 1973). Sayangnya, keankearagamn
fungsional yang memperkuat sistem saat ini masih belum begitu dipahami dan
batasan fungsional kritis berkaitan dengan berubahnya kondisi lingkungan dalam
ruang dan waktu berbeda sama sekali belum diketahui (Perrings and Pearce, 1994). Suatu ekosistem dengan resiliensi yang
rendah dapat menyebabkan mengurangan produktivitas yang selanjutnya mendorong
terjadinya kehilangan fungsi yang tidak dapat kembali lagi, baik untuk generasi
sekarang maupun yang akan datang (Arrow
et al., 1995). Dalam cakupan luas keanekaragaman fungsional ditunjukan oleh
kemampuan ekosistem menimbulkan layanan seperti pengaturan siklus alami utama
(air dan karbon) dan proses ekosistem primer seperti fotosintesis dan daur
biogeokimia (Turner etal., 2000).
Nunes,
Paulo et al., 2001. Economic Valuation Of
Biodiversity, Sense or Nonsense? In Elsevier Ecological Economics Journal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar