Next ... kita langsung saja
berkenalan dengan 10 anggota GRK yang sepak terjangnya sebenarnya sudah sangat
terkenal di seantero jagat.
1) Uap Air (H20). Sudah seharusnya tidak ada yang tidak mengenal uap air,
akan tetapi yang mengenal uap air sebagai agen GRK yang berpotensi pada global
warming mungkin bisa dihitung dengan jari pada sebelah tangan. Pernahkan anda
merasa sangat gerah ketika hari akan turun hujan? Itulah efek rumah kaca yang
sebenarnya. Keberadaan uap air di atmosfer dengan umur dalam beberapa hari memerangkap
energi matahari sehinga tidak bisa memantul kembali keluar angkasa, keadaan ini
menciptakan sensasi gerah karena tubuh berusaha melepaskan kelebihan kalor
dalam bentuk keringat.
Akan tetapi adanya keseimbangan siklus hidrologi yang
normal telah menghilangkan efek uap air terhadap potensi global warming. Hal
ini nampak jelas manakala malam cerah tanpa awan, dapat dipastikan suhu akan
drop jauh dari suhu siang hari. Hal ini terjadi karena energi matahari yang
diserap permukaan bumi kembali dipantulkan bebas keluar angkasa dengan atmosfer
sebagai satu-satunya filter.
2)
Karbon Dioksida (CO2). Karbon dioksida merupakan komponen
utama penyumbang efek rumah kaca. Sebanyak 80 persen efek rumah kaca disebabkan
oleh senyawa ini. Konsentrasi Karbon dioksida pada masa sebelum revolusi
industri berkisar pada angka 280 ppm. Meningkatnya konsumsi bahan bakar fosil,
berkembangnya industri pengolahan (salah satunya industri semen) dan alih
fungsi lahan dan kehutaan (LULUCF) pasca
revolusi berperan meningkatkan konsentrasi karbon dioksida hingga mencapai
angka 365 ppm sebagaimana tercatat pada tahun 1998. Durasi hidup karbon
dioksida sangat variatif dan sulit ditetapkan terkait dengan adanya siklus
karbon yang melibatkan fotosintesis yang dilakukan tanaman.
3) Metana (CH4).
Metana merupakan komponen pada urutan berikutnya yang sangat berperan terhadap pemanasan
global. Metana lebih berbahaya dari karbon dioksida karena mempunyai potensi 21
kali lebih besar dalam peran efek rumah kaca. Metana selain dihasilkan dalam
proses pembakaran bahan bakar fosil juga dalam porsi besar terbentuk dalam
proses produksi pertanian (padi), peternakan (sapi, babi) dan pelapukan sampah
organik. Metana pada masa sebelum revolusi industri di atmosfer berada pada
konsentrasi 0,7 ppm dan meningkat lebih dari dua kali lipat (1,75 ppm, tahun
1998) hanya dalam beberapa abad berjalan. Metana di atmosfer mempunyai durasi
hidup selama 12 tahun, dengan pengertian senyawa yang terbentuk hari ini masih
sama berbahayanya untuk masa 12 tahun mendatang.
4) Nitrogen Oksida (N2O). Secara alami nitrogen oksida berada di atmosfer dan
terbentuk melalui proses alam salah satunya pada saat terjadinya petir.
Berbagai aktifitas manusia seperti penggunaan pupuk kimia dan pembakaran pada
suhu tinggi (banyak terjadi pada proses industri) turut berperan dalam
perubahan keseimbangan konsentrasi nitrogen oksida di atmosfer. Dengan umur
relatif mencapai 114 tahun, nitrogen oksida punya potensi efek gas rumah kaca
310 kali lipat lebih berbahaya dibanding karbon dioksida. Saat ini, konsentrasi
nitrogen oksida di atmosfer sedikit meningkat (dari 0,25 ppm menjadi 0,31 ppm
tahun 1981) dibandingkan masa pra revolusi industri.
5) HFC 23/CFC (CHF3). Senyawa berikutnya yang berperan dalam pemanasan global
adalah HFC 23 atau lebih dikenal sebagai CFC/freon yang merupakan komponen
utama mesin pendingin. HFC 23 dengan durasi hidup selama 250 tahun merupakan
senyawa sangat berbahaya karena 12.000 kali lebih berbahaya dari karbon
dioksida. Sebelum revolusi industri tidak ditemukan senyawa ini di atmosfer,
akan tetapi hampir 200 tahun kemudian konsentrasi HFC 23 di udara telah
mencapai 0,000014 ppm. (2 b continued
...)
Contents adapted from the united
nations
Tidak ada komentar:
Posting Komentar