Menu harian (ilustrasi/net) |
Industri minuman dan makanan (food
and beverage) merupakan salah satu sector yang secara intensif menyumbang
emisi gas rumah kaca. Apabila kita memasukkan factor rantai produksi mulai dari
proses produksi di lahan pertanian sampai dengan konsumsi di meja makan, emisi
yang terjadi menjadi sangat besar. Selain itu fanyak factor lain yang berpengaruh
dalam proses produksinya, seperti penggunaan lahan, input energy dan penggunaan
bahan bakar. Untuk itu diperlukan suatu keberanian untuk merubah perilaku konsumsi
kita dalam keseharian.
Dalam merubah perilaku, banyak cara
dapat dilakukan, mulai dari hal kecil dan sederhana yang kita temui. Mengkonsumsi
sedikit daging dan produk olahan (dairy products) seperti susu, keju,
dalam jumlah terbatas merupakan langkah
terbaik mengurangi emisi gas rumah kaca. Dalam prosesnya, produksi daging
membutuhkan lebih banyak energy dibandingkan jenis makanan yang lain. Selain
waktu produksi yang panjang, binatang bukan merupakan konventer biji bijian
yang baik. Hewan seperti sapi, perlu di beri pakan dalam bentuk biji bijian/konsentrat dalam jumlah
mencukupi, jumlah yang sama sebenarnya lebih dari cukup untuk memberi makan
banyak orang secara langsung. Lebih jauh lagi, kotoran ternak setelah melalui
proses fermentasi akan membebaskan sejumlah tertentu metana, gas rumah kaca
yang 21 kali lebih berbahaya dari karbon dioksida.
Itulah mengapa
menjadi vegetarian lacto (masih mengkonsumsi susu dan produk olahan) tidak
banyak berefek terhadap perubahan perilaku yang lebih ramah emisi. Sebagai
gambaran, susu perah dalam prosesnya mengemisikan metana 2 (dua) kali lebih
banyak daripada sapi pedaging. Akan tetapi, produksi daging yang berkelanjutan
bukannya tidak mungkin. Salah satu proses yang dapat dilakukan adalah dengn
penggembalaan langsung di padang rumput yang akan memperbaiki kualitas tanah. Selain itu memanfaatkan
kotoran sebagai penghasil biogas sebagai energy alternative dan meminimalisir penggunaan input
energy secara intensif juga dapat dilakukan.
Alternatif lain dalam mengubah perilaku
menuju keseimbagan emisi adalah dengan beralih ke produk makanan organic. Dalam
prosesnya, pertanian organic menghindari penggunaan bahan buatan seperti pupuk kimia
berbahan dasar minyak bumi. Selain lebih ramah lingkungan, pertanian organic
dipercaya menghasilkan produk yang lebih baik bagi kesehatan. Akan tetapi,
pertanian organic juga menghapi kendala terkait produktifitas yang terbatas
sehingga memerlukan lahan yang luas untuk mencukupi lebih banyak penduduk.
Alangkah lebih baik ketika kita memilih
suatu produk, kita mencoba melihat secara keseluruhan proses produksi dan jalur
distribusi makanan atau bahan pangan yang akan kita beli atau masak. Memilih
produk local selain menghidupkan roda ekonomi masyarakat setempat juga
memangkas banyak energy yang dibutuhkan dalam pengepakan, penyimpanan, dan
distribusi manakala kita memilih produk olahan atau produk daerah/negara lain.
Kick the Habits, UNEP, 2008 page 102
Tidak ada komentar:
Posting Komentar