Ubah Perilaku (UNEP, 2008) |
Dalam
beberapa decade terakhir, kita yang hidup di era modern menjumpai sebuah perubahan iklim yang tidak
biasa sebagai akibat pemanasan global. Berbagai kejadian seperti angin rebut, badai, kekeringan, suhu eksterm,
banjir, longsor dan gagal panen menjadi lebih sering terjadi dan sudah menjadi menu harian merbagai media . Gaung idiom pemanasan global menggema
di seantero jagad, dari sunyi dan gersang Gurun Sahara di Afrika sampai dengan
Alice Spring, sebuah kota kecil tepat di jantung Australia. Seluruh dunia telah
sepakat bahwa gas rumah kaca merupakan tersangka utama seluruh kejadian yang
ada.
Emisi gas rumah kaca penyebab pemanasan global terkait
langsung dengan seluruh aktivitas yang kita lakukan sehari hari. Porsi terbesar
emisi gas rumah kaca dihasilkan dari sektor hutan - penggunaan lahan - alih
fungsi lahan (LULUCF), sektor energi
dan sektor transportasi. Dampak pemanasan yang semakin dirasakan mendorong kita untuk merubah
perilaku menuju keseimbangan emisi gas rumah kaca. Perubahan ini dimulai dari
individu, komunitas, pemerintah setempat sampai dengan kebijakan nasional. Perubahan iklim yang
terjadi memaksa kita melakukan adaptasi dan mitigasi demi keberlanjutan hidup
ras manusia di muka bumi
Peran besar sektor transportasi dalam menyumbang emisi gas
rumah kaca menyadarkan para pembuat kebijakan di berbagai kota di dunia. Peralihan kebijakan melalui penggunaan
transportasi massal yang lebih ramah lingkungan seperti bus, trem dan kereta api semakin berkembang dan menjadi tren. Di kawasan benua Asia, China dengan Maglev dan Jepang
dengan Shinkansennya telah lebih dulu beraksi, disusul kemudian Seoul di
semenanjung korea.
Mengiringi berbagai kesuksesan yang telah diraih, kota Seoul
di Korea Selatan berusaha menunjukan kepada warganya bahwa ada banyak jalan dan
cara untuk berkeliling kota selain dengan mobil pribadi. Demi meningkatkan
kualitas udara, mengurangi pemakainan bahan bakar minyak dan penghematan energi,
secara mingguan mereka menyelenggarakan minggu tanpa berkendara (car free week). Secara akumulasi, dalam
satu tahun dua juta kendaraan tetap di garasi, dengan demikian mengurangi emisi
sebesar 10 persen setara 2 juta ton CO2.
Kualitas udara yang meningkat pada gilirannya meningkatkan
kesehatan warganya dan menghemat jutaan dolar biaya pengobatan. Dengan dukungan
berbagai pihak secara sukarela, program
tersebut dirasakan cukup berhasil. Dengan pelaksanaan program secara mingguan,
memungkinkan warga yang berminat mencari moda transport alternatif lain yang
seusai dalam usaha menuju atau dari tempat kerja. Selanjutnya warga yang
berpartisipasi akan mendapat insentif dalam bentuk diskon pembelian bahan
bakar, kartu bebas parkir atau gratis pencucian kendaraan. Warga diharapkan
untuk sesering mungkin turut berpartisipasi, sebagai misal mereka yang hanya
berpartispasi sebanyak tiga hari atau kurang akan kehilangan hak mendapatkan
insentif.
Selain menjadi lebih ramah terhadap
emisi gas rumah kaca, perubahan perilaku tersebut juga menjadikan warganya
lebih sehat dan menjadi penggerak roda perekonomian warga kota. Lebih dari itu,
perubahan perilaku menjadi jalan bagi konservasi sumber daya alam dengan
memaksimalkan kearifan, karakter dan potensi local yang ada.
Inspired by Kick the Habits,
UNEP, 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar