Ilustrasi Bencana (net) |
Tidak
dapat disangkal bahwa berbagai kasus lingkungan yang terjadi pada dewasa ini,
baik pada lingkup daerah, nasional maupun global berakar pada perilaku manusia.
Kasus kasus pencemaran dan kerusakan seperti di laut, hutan, udara, air dan
tanah bersumber pada perilaku manusia yang tidak bertanggung jawab, tidak
peduli dan hanya mementingkan pemenuhan kebutuhannya. Krisis lingkungan yang
terjadi sekarang ini hanya bisa di atasi dengan melakukan perubahan cara
pandang dan perilaku manusia terhadap alam secara fundamental dan radikal.
Dibutuhkan sebuah perubahan gaya hidup (kick
the habbit), atau perilaku hidup baru baik bagi kita sebagai individu,
anggota kelompok, masyarakat luas atau bahkan negara.
Dengan
arti lain, krisis lingkungan hidup yang terjadi secara global saat ini akibat
kesalahan fundamentalis-filosofis dalam pemahaman atau cara pandang manusia
mengenai dirinya, alam raya dan tempat manusia dalam keseluruhan ekosistem.
Kekeliruan bahwa alam raya ini ada untuk memenuhi kebutuhan seluruh manusia menjadi
akar dari permasalahan ini. Pada akhirnya kekeliruan cara pandang ini
melahirkan segala perilaku barat yang keliru terhadap alam. Manusia keliru memandang alam dan keliru menempatkan
diri dalam konteks alam semesta seluruhnya. Dan inilah awal dari semua bencana
lingkungan hidup yang kita alami sekarang. Oleh karena itu, perubahan harus
dilakukan secara mendasar menyangkut pembenahan cara pandang dan perilaku manusia
dalam interaksi baik dengan alam maupun manusia lain secara keseluruhan dalam
sebuah ekosistem.
Kesalahan
cara pandang dalam menempatkan diri antara manusia dan alam ini bersumber pada tata
nilai anthroposentrisme, yang
memaandang manusia sebagai pusat dari
alam semesta, dan hanya manusia yang mempunyai nilai sementara alam raya dan
seisinya sekedar alat bagi pemuasan kepentingan dan kebutuhan hidup manusia. Etika
anthroposentrisme
merupakan sebuah cara pandang barat yang bermula dari Aristoteles hingga di
amini oleh filsuf-filsuf barat modern penyeru ajaran kapitalisme.
Dalam
pandanga ini, manusia dianggap berada di luar, diatas dan terpisah dari alam.
Bahkan manusia dipahami sebagai penguasa atas alam sehingga boleh melakukan apa
saja terhadap alam. Cara pandang seperti inilah yang melahirkan sikap dan
perilaku eksploitatif tanpa kepedulian sama sekali terhadap alam dan segala
isinya yang dianggap tidak mempunyai nilai pada diri sendiri.
Referensi : Etika lingkungan,
Keraf, A Sonny, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar