Perubahan iklim (climate change) terjadi melalui peningkatan konsentrasi gas gas rumah kaca (NOx, CO2 dan CH4) di atmosfer yang dihasilkan melalui berbagai kegiatan manusia. Selama ini dipercayai bahwa kontribusi terbesar aktivitas manusia terjadi pada kegiatan pembakaran bahan bakar fosil. Meski secara alami bumi juga menghasilakan gas rumah kaca (e.g letusan gunung berapi, pelapukan batuan), tetapi pengaruhnya tidak terlalu signifikan. Gas gas rumah kaca yang dihasilkan pada pembakaran tersebut mempengaruhi iklim global dengan cara mengubah radiasi sinar matahari yang masuk dan radiasi sinar infra merah yang keluar yang secara alami merupakan bagian dari kesetimbangan energi bumi kita.
Usaha pengurangan emisi tidak akan secara langsung mengurangi konsentrasi GRK di atmosfer. Dengan atau tanpa usaha mengurangi emisi gas rumah kaca, perubahan iklim akan terus terjadi dalam kurun waktu berabad-abad mendatang. Hal ini terjadi salah satunya karena adanya kemampuan mengikat panas dari lautan yang merupakan pembentuk utama permukaan bumi.. Dengan kata lain perubahan iklim adalah suatu hal yang niscaya pasti terjadi seperti yang sudah mulai kita rasakan saat ini. Kejadian banjir, kekeringan, meluasnya gurun, badai tropis, hujan dengan intensitas tinggi, panas ekstrim dengan intensitas yang semakin tinggi sudah cukup menunjukkan bukti.
Menangani perubahan iklim dengan kondisi bumi yang semakin panas berarti mengubah cara hidup manusia. Oleh karena itu strategi adaptasi terhadap perubahan iklim memiliki peran yang sangat penting dalam menjamin keberlanjutan kehidupan manusia di muka bumi. Alam telah mengajarkan manusia banyak hal. Pepatah Minang menyebut “alam takambang jadi guru”, alam mengajarkan banyak hal lebih dari sekedar maha guru, guru besar atupun guru itu sendiri. Dalam hal ini manusia bisa belajar adaptasi dari dua hewan besar Dinosaurus atau Buaya.
Dinosaurus, dengan tubuh gagah, gempal dan berotot gagal bertahan dimuka bumi karena tidak mampu beradaptasi dan menyesuaikan diri terhadap perubahan iklim yang terjadi. Akhirnya keberadaanya sekedar tinggal sejarah ditunjukkan dari tulang-tulang yang berserakan. Hal lain terjadi pada hewan bernama buaya. Buaya telah lebih dulu ada jauh sebelum dinosaurus muncul ke dunia. Sampai saat ini buaya menjadi salah satu bukti suksesnya adaptasi perubahan iklim. Dengan kemampuan managemen energi yang efisien (berdarah dingin, tahan tidak makan sampai berbulan bulan, gerakan taktis, kamuflase) terbukti menjadi kunci dia survive sampai hari ini.
Tentunya manusia bisa belajar banyak dari buaya tanpa harus menjadi buaya apalagi buaya darat(an) dalam melewati perubahan iklim yang terjadi. Perubahan iklim mengharuskan manusia untuk melakukan perubahan cara hidup. Sebagai contoh manajemen perencanaan kota yang berada di daerah pesisir harus mempertimbangkan potensi abrasi maupun rob akibat kenaikan muka air laut. Pada daerah tertentu bangunan-bangunan perlu dirancang untuk lebih tahan terhadap panas, hujan atau badai yang lebih kuat. Daerah langganan banjir harus meningkatkan managemen drainase dan daerah resapan air yang lebih baik sementara daerah rawan kekeringan harus lebih arif dalam memanfaatkan sumber daya air.
Adaptasi juga harus dilakukan oleh para petani, nelayan dan pekerjaan-pekerjaan yang sejenis. Penyesuaian jadwal tanam, pemilihan tanaman yang lebih tahan terhadap perubahan iklim, penggunaan pupuk yang sesuai merupakan sebagian yang bisa dilakukan. Pada akhirnya manusia bisa menarik kesimpulan akan pertarungan Buaya vs Dinosaurus. Banyak hal dan pelajaran yang bisa dipetik. Satu kalimat yang mungkin bisa mewakili adalah berubah atau punah. Adaptasi atau mati.
Maszoom.blogspot.com dari beberapa sumber resmi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar