10.17.2014

Seoul, Best Practise Kebijakan Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Sektor Transportasi

Ubah Perilaku (UNEP, 2008)


Dalam beberapa decade terakhir, kita yang hidup di era modern menjumpai sebuah perubahan iklim yang tidak biasa sebagai akibat pemanasan global. Berbagai kejadian seperti  angin rebut, badai, kekeringan, suhu eksterm, banjir, longsor dan gagal panen menjadi lebih sering terjadi dan sudah menjadi menu harian merbagai media . Gaung idiom pemanasan global menggema di seantero jagad, dari sunyi dan gersang Gurun Sahara di Afrika sampai dengan Alice Spring, sebuah kota kecil tepat di jantung Australia. Seluruh dunia telah sepakat bahwa gas rumah kaca merupakan tersangka utama seluruh kejadian yang ada.

Emisi gas rumah kaca penyebab pemanasan global terkait langsung dengan seluruh aktivitas yang kita lakukan sehari hari. Porsi terbesar emisi gas rumah kaca dihasilkan dari sektor hutan - penggunaan lahan - alih fungsi lahan (LULUCF), sektor energi dan sektor transportasi. Dampak pemanasan yang semakin dirasakan mendorong kita untuk merubah perilaku menuju keseimbangan emisi gas rumah kaca. Perubahan ini dimulai dari individu, komunitas, pemerintah setempat sampai dengan kebijakan nasional. Perubahan iklim yang terjadi memaksa kita melakukan adaptasi dan mitigasi demi keberlanjutan hidup ras manusia di muka bumi

Peran besar sektor transportasi dalam menyumbang emisi gas rumah kaca menyadarkan para pembuat kebijakan di berbagai kota di dunia. Peralihan kebijakan melalui penggunaan transportasi massal yang lebih ramah lingkungan seperti bus, trem dan kereta api semakin berkembang dan menjadi tren. Di kawasan benua Asia, China dengan Maglev dan Jepang dengan Shinkansennya telah lebih dulu beraksi, disusul kemudian Seoul di semenanjung korea.
Mengiringi berbagai kesuksesan yang telah diraih, kota Seoul di Korea Selatan berusaha menunjukan kepada warganya bahwa ada banyak jalan dan cara untuk berkeliling kota selain dengan mobil pribadi. Demi meningkatkan kualitas udara, mengurangi pemakainan bahan bakar minyak dan penghematan energi, secara mingguan mereka menyelenggarakan minggu tanpa berkendara (car free week). Secara akumulasi, dalam satu tahun dua juta kendaraan tetap di garasi, dengan demikian mengurangi emisi sebesar 10 persen setara 2 juta ton CO.

Kualitas udara yang meningkat pada gilirannya meningkatkan kesehatan warganya dan menghemat jutaan dolar biaya pengobatan. Dengan dukungan berbagai pihak secara sukarela,  program tersebut dirasakan cukup berhasil. Dengan pelaksanaan program secara mingguan, memungkinkan warga yang berminat mencari moda transport alternatif lain yang seusai dalam usaha menuju atau dari tempat kerja. Selanjutnya warga yang berpartisipasi akan mendapat insentif dalam bentuk diskon pembelian bahan bakar, kartu bebas parkir atau gratis pencucian kendaraan. Warga diharapkan untuk sesering mungkin turut berpartisipasi, sebagai misal mereka yang hanya berpartispasi sebanyak tiga hari atau kurang akan kehilangan hak mendapatkan insentif.

Selain menjadi lebih ramah terhadap emisi gas rumah kaca, perubahan perilaku tersebut juga menjadikan warganya lebih sehat dan menjadi penggerak roda perekonomian warga kota. Lebih dari itu, perubahan perilaku menjadi jalan bagi konservasi sumber daya alam dengan memaksimalkan kearifan, karakter dan potensi local yang ada.


Inspired by Kick the Habits, UNEP, 2008
 

Tidak ada komentar: