5.19.2014

Sistem Peradilan Hukum Lingkungan

ilustrasi/net
Ketentuan perundang-undangan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara lengkap memuat berbagai ketentuan hukum, baik hukum administrasi, hukum perdata, maupun hukum pidana. Berbagai ketentuan tersebut mempunyai peran penting dalam pendayagunaan berbagai instrumen perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Dalam sistem perundang-undangan tersebut Pemerintah (pusat) bersama pemerintah daerah (propinsi dan kabupaten/kota) berbagi peran dalam usaha penaatan hukum lingkungan, atau dengan bahasa lain penegakan hukum lingkungan.
Instrumen pertama sistem perundang-undang memuat ketentuan tentang hukum perdata. Ketentuan hukum perdata meliputi penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dan di dalam pengadilan. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di dalam pengadilan meliputi gugatan perwakilan kelompok, hak gugat organisasi lingkungan, ataupun hak gugat pemerintah. Melalui cara tersebut diharapkan selain akan menimbulkan efek jera juga akan meningkatkan kesadaran seluruh pemangku kepentingan tentang betapa pentingnya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup demi kehidupan generasi masa kini dan masa depan.
Instrumen kedua sistem perundang-undang memuat ketentuan tentang hukum pidana. Penegakan hukum pidana dalam undang-undang ini memperkenalkan ancaman hukuman minimum di samping maksimum, perluasan alat bukti, pemidanaan bagi pelanggaran baku mutu, keterpaduan penegakan hukum pidana, dan pengaturan tindak pidana korporasi. Penegakan hukum pidana lingkungan tetap memperhatikan asas ultimum remedium yang mewajibkan penerapan penegakan hukum pidana sebagai upaya terakhir setelah penerapan penegakan hukum administrasi dianggap tidak berhasil. Penerapan asas ultimum remedium ini hanya berlaku bagi tindak pidana formil tertentu, yaitu pemidanaan terhadap pelanggaran baku mutu air limbah, emisi, dan gangguan.
Salah satu bentuk ketentuan pidana tertuang dalam ketentuan pasal 109 Undang undang nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dinyatakan bahwa Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). Beberapa ketentuan lain juga mengatur ketentuan – ketentuan pidana sesuai dengan tingkat pelanggaran yang terjadi.
Instrumen terakhir sistem perundang-undang memuat ketentuan tentang hukum adminstrasi. Penegakan hukum administratif di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup didasarkan atas dua instrumen penting, yaitu pengawasan dan penerapan sanksi administratif. Pengawasan dilakukan untuk mengetahui tingkat ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap perizinan lingkungan, perizinan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan ketentuan peraturan perundang undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Sanksi adminsitratif diberlakukan terhadap segala jenis pelanggaran terhadap tiga tool perizinan/ketentuan sebagaimana tersebut di atas.

Berdasarkan ketentuan pasal 76 Undang undang nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dinyatakan bahwa menteri, gubernur, atau bupati/walikota menerapkan sanksi administratif kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap izin lingkungan. Sanksi administratif tersebut terdiri atas: (1) teguran tertulis; (2) paksaan pemerintah; (3) pembekuan izin lingkungan; atau (4) pencabutan izin lingkungan. Ketentuan ini menjadi landasan penting bagi Pemerintah Daerah dalam melaksanakan penaatan hukum lingkungan, melalui instrumen pengawasan yang ditindak lanjuti dengan penerapan sanksi hukum administratif terhadap segala pelanggaran yang ada.
Pengaturan prosedur penegakan hukum lingkungan melalui sanksi administrasi disebabkan kondisi bahwa penegakan hukum administrasi mempunyai fungsi sebagai instrumen pengendalian, pencegahan, dan penanggulangan perbuatan yang dilarang oleh ketentuan-ketentuan lingkungan hidup. Melalui sanksi administasi dimaksudkan agar perbuatan pelanggaran itu dihentikan, sehingga sanksi administrasi merupakan instrument yuridis yang bersifat preventif dan represif non-yustisial untuk mengakhiri atau menghentikan pelanggaran ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam persyaratan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.


adapted from kemenlh.go.id

5.13.2014

Menguak Tujuan Keterlibatan Masyarakat Dalam Amdal dan Izin Lingkungan

Alam yang terjaga (private doc)
Keterlibatan masayarakat merupakan salah satuaspek kajian dampak negatif/positif dalam amdal dan Izin lingkungan. Keberadaannya tidak bisa dilepaskan dengan aspek penting lain seperti aspek biogeofisik, kimia, sosial ekonomi, sosial budaya, dan kesehatan masyarakat. Dalam penyusunan dokumen Amdal dan izin lingkungan tersebut, pemrakarsa wajib mengikutsertakan masyarakat secara luas. Dalam hal ini, masyarakat yang dimaksud mencakup : (1) masyarakat terkena dampak; (2) masyarakat pemerhati lingkungan; dan (3) masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses Amdal.
Ketentuan perundang-undangan tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup telah mengatur dan memberikan ruang yang sangat luas bagi masyarakat untuk dapat berperan serta dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Melalui asas-asas partisipatif yang menjadi salah satu asas dalam peraturan ini, setiap anggota masyarakat didorong untuk berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pedoman mengenai proses keterlibatan masyarakat sangat diperlukan dalam Amdal dan izin lingkungan. Pedoman ini antara lain berfungsi untuk menjamin terlaksananya hak dan kewajiban masyarakat di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Selain itu, keterlibatan masyarakat juga merupakan perwujudan pelaksanaan proses izin lingkungan yang transparan, efektif, akuntabel dan berkualitas.
Keterlibatan masyarakat dalam amdal dan izin lingkungan mempunyai arti penting terkait eksistensi masyarakat sebelum, selama dan sesudah suatu usaha/kegiatan dilaksanakan. Keterlibatan masyarakat tersebut merupakan bentuk peran serta dalam meminimalisir dampak negatif serta memaksimalkan dampak positif. Beberapa tujuan keterlibatan masyarakat dalam amdal dan izin lingkungan antara lain :
Pertama, dengan melibatkan masyarakat, ada jaminan bahwa mereka telah mendapatkan informasi yang memadai mengenai usulan rencana usaha dan/atau kegiatan dan dapat berkontribusi dalam proses AMDAL. Agar tujuan ini dapat tercapai, maka setiap penangung jawab rencana usaha dan/atau kegiatan (pemrakarsa) sebelum melakukan penyusunan dokumen Kerangka Acuan (KA) wajib mengumumkan rencana usaha dan/atau kegiatan kepada masyarakat antara lain mengenai deskripsi kegiatan (deskripsi rinci rencana kegiatan, lokasi proyek), dampak lingkungan hidup potensial mungkin terjadi sebagai akibat rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut.

Kedua, dengan melibatkan masyarakat dalam amdal dan izin lingkungan,  terbuka ruang untuk mereka dapat  menyampaikan saran, pendapat dan tanggapan (SPT) secara tertulis atau melalui proses konsultasi publik yang dilaksanakan oleh pemrakasarsa. Melalui penyampaian SPT ini, masyarakat dapat menyampaikan umpan balik mengenai informasi mengenai kondisi lingkungan hidup dan berbagai usaha dan/atau kegiatan di sekitar daerah rencana usaha dan/atau kegiatan, aspirasi masyarakat dan penilaiannya mengenai dampak lingkungan.
Ketiga, dengan melibatkan masyarakat dalam amdal dan izin lingkungan,  masyarakat terkena dampak dapat  melibatkan diri dalam proses pengambilan keputusan terkait dengan rekomendasi kelayakan atau ketidaklayakan atas rencana usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan melalui wakilnya yang duduk dalam komisi penilai amdal.
Keempat, melalui keterlibatan masyarakat dalam amdal dan izin lingkungan, saran, pendapat dan tanggapan (SPT) masyarakat yang disampaikan pada tahap proses permohonan izin akan digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam proses penerbitan izin lingkungan baik melalui mekanisme penilaian Amdal maupun melalui mekanisme pemeriksaan UKL-UPL.

Gtooh kira2 ...


referensi : PP No 27 Tahun 2012 & Permen LH No 17 Tahun 2012

Arti Penting Keterlibatan Masyarakat dalam Amdal dan Izin Lingkungan

Masyarakat tradisional, rentan terhadap perubahan (ilustrasi/net)
Penyusunan amadal dan izin lingkungan merupakan suatu proses pengambilan keputusan yang sangat penting dan strategis dalam bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah. Secara khusus proses penyelenggaraan izin lingkungan telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan. Dalam ketentuan ini, proses permohonan dan penerbitan izin lingkungan telah terintegrasikan dalam proses Amdal dan UKL-UPL.
Produk akhir dari proses Amdal atau UKL-UPL adalah Izin Lingkungan.  Ketentuan perundang-undangan telah mengatur bahwa masyarakat dilibatkan dalam proses Amdal dan izin lingkungan. Keterlibatan masyarakat ini dapat melalui:
1.     pengikutsertaan dalam penyusunan dokumen amdal melalui proses pengumuman, penyampaian saran, pendapat dan tanggapan masyarakat dan konsultasi publik serta pengikutsertaan masyarakat dalam komisi penilai Amdal, bagi rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki amdal.
2.     proses pengumuman permohonan izin lingkungan, penyampaian saran, pendapat dan tanggapan masyarakat serta pengumuman setelah izin lingkungan diterbitkan, baik untuk rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki amdal maupun rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki UKL-UPL.
Dalam penyusunan dokumen Amdal dan izin lingkungan tersebut, pemrakarsa wajib mengikutsertakan masyarakat secara luas. Dalam hal ini, masyarakat yang dimaksud mencakup:
1.       masyarakat terkena dampak;
2.       masyarakat pemerhati lingkungan; dan
3.       masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses Amdal.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup telah mengatur dan memberikan ruang yang sangat luas bagi masyarakat untuk dapat berperan serta dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Melalui asas-asas partisipatif yang menjadi salah satu asas dalam peraturan ini, setiap anggota masyarakat didorong untuk berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pedoman mengenai proses keterlibatan masyarakat sangat diperlukan dalam Amdal dan izin lingkungan. Pedoman ini antara lain berfungsi untuk menjamin terlaksananya hak dan kewajiban masyarakat di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Selain itu,keterlibatan masyarakat juga merupakan perwujudan pelaksanaan proses izin lingkungan yang transparan, efektif, akuntabel dan berkualitas.


referensi : PP No 27 Tahun 2012 & Permen LH No 17 Tahun 2012

5.12.2014

Jenis Jenis Tindak Pidana Lingkungan Hidup

Asap dari pembakaran lahan, buah dari tindak pidana (net)
Suatu pelanggaran terhadap ketentuan yang tercantum dalam undang-undang adalah sebuah kejahatan. Per definisi, tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup merupakan setiap perbuatan yang diancam hukuman sebagai kejahatan atau pelanggaran sesuai ketentuan pidana yang tercantum dalam undang-undang di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Salah satu contoh tindak pidana dalam hal ini adalah setiap orang yang melanggar baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau baku mutu gangguan dipidana, dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). Ketentuan ini tercantum dalam Pasal 100 ayat 1 Undang undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Suatu tindak pidana di bidang pelindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dapat diketahui dari (1) Adanya laporan dari masyarakat/pengaduan atau petugas secara tertulis atau lisan, (2) tertangkap tangan oleh masyarakat atau petugas dan (3) diketahui langsung oleh Penyidik PPNSLH.
Jenis jenis tindak pidana lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan undang undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (pasal 98 s/d 116):
  1. Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup;
  2. Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup;
  3. Setiap orang yang melanggar baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau baku mutu gangguan;
  4. Setiap orang yang melepaskan dan/atau mengedarkan produk rekayasa genetik ke media lingkungan hidup yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau izin lingkungan;
  5. Setiap orang yang melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa izin;
  6. Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan sesuai dengan ketentuan perundang- undangan;
  7. Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin;
  8. Setiap orang yang memasukkan limbah ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  9. Setiap orang yang memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  10. Setiap orang yang memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang–undangan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  11. Setiap orang yang melakukan pembakaran Lahan;
  12. Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan;
  13. Setiap orang yang menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal;
  14. Pejabat pemberi izin lingkungan yang menerbitkan izin lingkungan tanpa dilengkapi dengan amdal dan Pejabat pemberi izin usaha dan/atau kegiatan yang menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan tanpa dilengkapi dengan izin lingkungan;
  15. Setiap pejabat berwenang yang dengan sengaja tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan perundang-undangan dan izin lingkungan;
  16. Setiap orang yang memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi, merusak informasi, atau memberikan keterangan yang tidak benar yang diperlukan dalam kaitannya dengan pengawasan dan penegakan hukum;
  17. Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan paksaan pemerintah; dan
  18. Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan pelaksanaan tugas pejabat pengawas lingkungan hidup dan/atau pejabat penyidik pegawai negeri sipil.


Content disarikan dari UU No. 32 Tahun 2009

5.11.2014

Prinsip Dalam Penyidikan Tindak Pidana Lingkungan Hidup

Ilustrasi@net, emisi melebihi ambang, salah satu tindak pidana
Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dinyatakan bahwa penyidikan tindak pidana merupakan sub sistem atau bagian yang tidak terpisahkan dari Sistem Peradilan Pidana Terpadu. Proses penegakan hukum pidana merupakan satu rangkaian proses hukum yang dimulai dari tahapan penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pengadilan. Proses penyidikan tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan melalui tahap penyelidikan, penindakan, pemeriksaan serta penyelesaian dan penyerahan berkas perkara. Esensi dari penyelidikan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilakukan dengan kegiatan mengumpulkan bahan dan  keterangan.
Melalui fungsi “Koordinasi dan Pengawasan” (Korwas) diharapkan pelaksanaan tugas pokok penyidikan antara Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup dengan Penyidik Polri dapat berjalan selaras dan harmonis. Proses penyidikan tindak pidana di bidang perlindungan dan pengeloaan lingkungan hidup oleh Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup dalam pelaksanaannya terkait dengan aparat penegak hukum lain terutama yang berada di dalam sistem peradilan kriminal (criminal justice system).
Selain melandaskan pada empat azas yang ada, proses penyidikan tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup juga harus berpegang teguh pada prinsip prinsip penyidikan. Adapun prinsip tersebut adalah :
1. Profesionalisme, yakni penyidikan dilakukan oleh Penyidik Pejabat Pegawai  Negeri Sipil Lingkungan Hidup yang memiliki kemampuan teknis di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
2. Akuntabilitas, yakni penyidikan yang dilaksanakan oleh Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup dapat dipertanggungjawabkan.
3. Efektif dan Efisien, yakni penyidikan dilakukan secara tepat waktu, biaya ringan serta berpedoman pada keseimbangan wajar antar sumber daya yang dipergunakan.

Dengan terus berpegang pada pedoman teknis yang memuat azas dan prinsip proses, penyidikan tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup akan berjalan secara profesional, transparan, akuntabel, murah, independen, efektif dan efisien. Untuk itu Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup perlu terus terbuka dengan segala informasi demi membentengi diri agar tidak tergilas oleh sang waktu ( ....loh ... rak nyambung babar blas).

Content disarikan dari Permen LH No 11 tahun 2012


Sepuluh (10) Alasan Untuk Tidak (lagi) Membuang Atau Membakar Sampah

Sampah ini gan ... (dari internet)
Sebagian besar masyarakat selama ini masih memandang sampah sebagai barang sisa yang tidak berguna, bukan sebagai sumber daya yang perlu dimanfaatkan. Dalam mengelola sampah sebagian (besar) masyarakat masih bertumpu pada pendekatan akhir (end-of-pipe), yaitu sampah dikumpulkan, diangkut, dan dibuang ke tempat sampah. Padahal, timbunan sampah dengan volume yang besar berpotensi melepas gas metan (CH4) yang dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca dan memberikan kontribusi terhadap pemanasan global. Agar timbunan sampah dapat terurai melalui proses alam diperlukan jangka waktu yang lama dan diperlukan penanganan dengan biaya yang besar.
Paradigma pengelolaan sampah yang bertumpu pada pendekatan akhir sudah saatnya  ditinggalkan dan diganti dengan paradigma baru pengelolaan sampah. Paradigma baru memandang sampah sebagai sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan, misalnya, untuk energi, kompos, pupuk ataupun untuk bahan baku industri. Pengelolaan sampah dilakukan dengan pendekatan yang komprehensif dari hulu, sejak sebelum dihasilkan suatu produk yang berpotensi menjadi sampah, sampai ke hilir, yaitu pada fase produk sudah digunakan sehingga menjadi sampah, yang kemudian dikembalikan ke media lingkungan secara aman.
Sudah saatnya masyarakat meninggalkan cara pandang bahwa barang sisa sebagai hal yang tidak berguna. Ada banyak fakta yang mengungkapkan bahwa cara pandang konvensional penanganan sampah seperti membuang, membakar dan tanpa memilah adalah sangat merugikan. Dapat disebutkan disini 10 alasan untuk tidak (lagi) membuang atau membakar sampah:
  1. Pembakaran sampah terutama plastic akan mengemisikan radikal bebas yang berpotensi menimbulkan kanker (health care).
  2. Pembakaran sampah berpotensi menimbulkan kebakaran yang sangat merugikan harta benda(disaster mitigation).
  3. Pembakaran sampah akan membunuh seluruh jasad renik dan serangga yang berfungsi menguraikan material organic menjadi humus dan juga beragam spora, benih ataupun biji tanaman yang (masih) mempunyi hak untuk hidup (naturalits).
  4. Pembakaran sampah mengemisikan gas rumah kaca seperti karbon dioksida dalam porsi besar yang berpotensi menyebabkan pemanasan global (environmentalist)
  5. Hasil pembakaran sampah organic berupa abu mengandung nutrisi mikro yang sangat penting, sayang rentan untuk diterbangkan angin atau terbawa hujan (meteorologist)
  6. Pembakaran material organic membebaskan ke udara unsur makro (karbon, nitrogen, sulfur) peyubur tanah yang sangat diperlukan tanaman (agriest)
  7. Adalah jauh lebih mudah dan murah memproses material terdaur ulang (plastic, logam, besi, alumunium dsb) yang berasal dari sampah daripada memproses dari sumber daya alam perawan/tambang, sayang kan kalu dibuang (resources).
  8. Dengan sedikit perlakuan, cukup dengan membuatnya terpisah, segala macam sampah masih bernilai rupiah, mulai dari sisa makanan dan sayur basah sampai dengan kaleng berlapis timah (economist)
  9. Pembakaran material organic tidak diajarkan dalam agama, dalam islam seluruh jasad yang sudah mati seperti tubuh manuasia (hewan/tanaman harusnya juga) akan dikembalikan dengan di tanam  (bumi/tanah) (theologist).
  10. Niscaya tidak ada kesia-siaan dalam setiap penciptaan, sisa barang kebutuhan yang kita beli dengan rupiah pada dasarnya bukanlah sampah, dia tetap rupiah, yang bener aja rupiah dibuang ke tong sampah? (moral)

5.09.2014

Hal Terlarang dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan

Exploited Virgin Natural Resources (dari goofle gan)
Ekspoitasi sumber daya alam perawan (virgin natural resources) dalam rangka menjadi motor penggerak pembangunan harus dilakukan secara selaras, serasi, dan seimbang dengan fungsi lingkungan hidup. Sebagai konsekuensinya, kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan harus dijiwai oleh kewajiban melakukan pelestarian lingkungan hidup dan mewujudkan dogma pembangunan berkelanjutan.
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup menuntut dikembangkannya suatu sistem kebijakan yang terpadu (integrated policy). Keterpaduan sistem kebijakan ini berupa suatu perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang dilaksanakan secara taat asas dan konsekuen mulai dari pemerintah  pusat sampai ke daerah, pemangku kepentingan dan masyarakat luas.
Tak ubahnya dengan kebijakan kebijakan yang lain, kebijakan dalam yang perlindungan dan pengelolaan lingkungan juga memuat hak, kewajiban dan larangan bagi setiap pemangku kepentingan. Hak, kewajiban dan larangan tentu berjalan secara seimbang, salah satunya larangan juga memuat beberapa ketentuan (pidana) bagi yang melanggar.
Diantara hal yang dilarang dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup :
a.      melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup;
b.      memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang-undangan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c.      memasukkan limbah yang berasal dari luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ke media lingkungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d.      memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
e.      membuang limbah ke media lingkungan hidup;
f.       membuang B3 dan limbah B3 ke media lingkungan hidup;
g.      melepaskan produk rekayasa genetik ke media lingkungan hidup yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau izin lingkungan;
h.      melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar;
i.       menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal; dan/atau
j.       memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi, merusak informasi, atau memberikan keterangan yang tidak benar.


disadur dari regulasi resmi

5.08.2014

Kearifan Lokal dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

ilustrasi aja gan, dari google.com/image
Pemanfaatan sumber daya alam dalam rangka menjadi motor penggerak pembangunan harus dilakukan secara selaras, serasi, dan seimbang dengan fungsi lingkungan hidup. Sebagai konsekuensinya, kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan harus dijiwai oleh kewajiban melakukan pelestarian lingkungan hidup dan mewujudkan dogma pembangunan berkelanjutan.
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup menuntut dikembangkannya suatu sistem kebijakan yang terpadu (integrated policy). Keterpaduan sistem kebijakan ini berupa suatu perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang dilaksanakan secara taat asas dan konsekuen mulai dari pemerintah  pusat sampai ke daerah, pemangku kepentingan dan masyarakat luas.
Arti penting penguatan peran masyarakat luas bisa dimulai dengan penguatan demokrasi lingkungan melalui akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan serta penguatan hak hak masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Tidak bisa kesampingkan pula peran kearifan lokal (local wisdom) yang masih kental dalam budaya keseharian masyarakat Indonesia.
Untuk itu kearifan lokal harus menjadi bagian tidak terpisahkan dalam penentuan kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Dengan kata lain perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat. Salah satu contoh nilai kearifan lokal yang akan menjadi modal penting pembangunan adalah adanya berbagai jenis varietas tanaman budidaya yang secara turun temurun dikenal masyarakat tradisional. Salah satunya adalah varietas padi lokal yang ada hampir diseluruh pelosok nusantara semisal Rojolele, Pandanwangi atau yang lainnya.

adaptasi dari regulasi resmi

tags : kearifan lokal, masyarakat, Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, nilai-nilai luhur, pemerintah daerah



5.07.2014

Tindak Pidana Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

ilustrasi ne dari google.com/images
Dalam rangka pengendalian dampak lingkungan hidup Upaya preventif dilaksanakan dengan mendayagunakan secara maksimal instrumen pengawasan dan perizinan. Dalam hal pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup sudah terjadi, perlu dilakukan upaya represif berupa penegakan hukum yang efektif, konsekuen, dan konsisten terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang sudah terjadi. Sehubungan dengan hal tersebut, sistem hukum perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang jelas, tegas, dan menyeluruh akan menjamin kepastian hukum yang menjadi landasan bagi perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam serta kegiatan pembangunan lain.
Suatu pelanggaran terhadap ketentuan yang tercantum dalam undang-undang adalah sebuah kejahatan. Per definisi, tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup merupakan setiap perbuatan yang diancam hukuman sebagai kejahatan atau pelanggaran sesuai ketentuan pidana yang tercantum dalam undang-undang di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Salah satu contoh tindak pidana dalam hal ini adalah setiap orang yang melanggar baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau baku mutu gangguan dipidana, dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). Ketentuan ini tercantum dalam Pasal 100 ayat 1 Undang undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Suatu tindak pidana di bidang pelindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dapat diketahui dari (1)  Adanya laporan dari masyarakat/pengaduan atau petugas secara tertulis atau lisan, (2) tertangkap tangan oleh masyarakat atau petugas dan (3) diketahui langsung oleh Penyidik PPNSLH.
Laporan yang diajukan secara lisan maupun tertulis dicatat oleh Penyidik PPNSLH, kemudian dituangkan dalam Laporan Kejadian yang ditandatangani oleh Penyidik. Laporan kejadian merupakan data awal terjadinya suatu tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan merupakan dasar bagi Penyidik PPNSLH untuk melakukan pengumpulan bahan keterangan dan penyidikan.
Dalam hal tertangkap tangan, Penyidik tanpa surat perintah dapat : (a) melakukan tindakan pertama di TKP; (b) segera melakukan pemeriksaan dan tindakan yang diperlukan sesuai dengan kewenangan Penyidik PPNSLH; (c) membuat berita acara terhadap setiap tindakan serta melengkapi administrasi penyidikan (Laporan Kejadian, Surat Perintah Penyidikan, Surat Perintah Penangkapan, dan lain lain) paling lambat dalam waktu satu kali dua puluh empat jam); (d) memberikan surat pemberitahuan kepada keluarga orang yang ditangkap paling lambat 1 (satu) minggu setelah dilakukannya penangkapan.
... gt toh


Content disarikan dari Permen LH No 11 tahun 2012

5.06.2014

Penyidikan Tindak Pidana Lingkungan Hidup, Sebuah Tinjauan Umum

Dewi Keadilan (ilustrasi@net)
Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dinyatakan bahwa penyidikan tindak pidana merupakan sub sistem atau bagian yang tidak terpisahkan dari Sistem Peradilan Pidana Terpadu. Proses penegakan hukum pidana merupakan satu rangkaian proses hukum yang dimulai dari tahapan penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pengadilan. Proses penyidikan tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan melalui tahap penyelidikan, penindakan, pemeriksaan serta penyelesaian dan penyerahan berkas perkara. Esensi dari penyelidikan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilakukan dengan kegiatan mengumpulkan bahan dan  keterangan.
Melalui fungsi “Koordinasi dan Pengawasan” (Korwas) diharapkan pelaksanaan tugas pokok penyidikan antara Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup dengan Penyidik Polri dapat berjalan selaras dan harmonis. Proses penyidikan tindak pidana di bidang perlindungan dan pengeloaan lingkungan hidup oleh Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup dalam pelaksanaannya terkait dengan aparat penegak hukum lain terutama yang berada di dalam sistem peradilan kriminal (criminal justice system).
Dalam rangka mewujudkan proses penyidikan tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang profesional, transparan, akuntabel, murah,independen, efektif dan efisien, Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup perlu mempedomani pedoman teknis yang didukung dengan administrasi penyidikan yang telah disepakati dengan unsur penegak hukum lainnya. Pedoman dimaksud salah satunya adalah Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyidikan Tindak Pidana Di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Content disarikan dari Permen LH No 11 tahun 2012


5.05.2014

Keberlanjutan dan Isu lingkungan dalam Perdagangan Komoditi Minyak Nabati

minyak sawit (ilustrasi@net)

Pasar minyak nabati dunia saat ini terbagi dalam dua golongan besar (i) bahan pangan yang mencapai 80% dari total produksi dan (ii) pemenuhan kebutuhan industry. Aspek terbesar pendorong  pertumbuhan kebutuhan minyak nabati masih pada pemenuhan kebutuhan bahan pangan meski perkembangan kebutuhan sebagai sumber energy alternative/biofuel/bioenergy semakin penting. termasuk didalamnya biodiesel. Termasuk dalam kebutuhan bionergi tersebut adalah pemanfaatan minyak nabati seperti minyak sawit, minyak kedelai dan minyak jarak/jatropa sebagai sumber bahan bakar nabati (biodiesel).

Sebagian besar masyarakat dunia telah menjadikan alasan bioenergi sebagai kambing hitam terhadap meningkatnya harga pangan dunia. Selain itu konversi lahan untuk produksi minyak nabati di berbagai negara tropis dunia dianggap sebagai salah satu katalisator kerusakan hutan. Awam diketahui bahwa negara negara tropis dunia merupakan kawasan dengan keanekaragaman hayati paling besar di dunia. Kerusakan dan tekanan terhadap alih fungsi lahan di kawasan ini membawa dampak yang lebih nyata. Prinsip dasar aspek keberlanjutan dari bioenergi adalah potensinya dalam menyimpan gas rumah kaca (carbon saving and carbon sinking) dibandingkan dengan penggunaan bahan bakar fosil.Hal hal  ini menyebabkan isu lingkungan dan keberlanjutan dari pemanfaatan bahan bakar nabati menjadi dipertanyakan.

Lebih lanjut latar belakang yang terjadi sebenarnya adalah  sangat beragam dan rumit. Pangsa pasar komoditi minyak nabati dan pangan pada umumnya dipengaruhi banyak factor. Hal utama yang menjadi dampak kenaikan tersebut adalah fluktuasi/kenaikan harga minyak bumi dan ulah nakal spekulan komoditi pangan dan penjangnya rantai dstribusi dalam perdagangan yang semakin mengglobal. Secara nyata telah dengan jelas tergambar bahwa biaya dasar dari bahan baku mempunyai peran yang relative kecil dalam penentuan harga jual komoditi pangan di negara berkembang. Yang kemudian lebih berpengaruh terhadap komoditi tersebut adalah isu isu lain yang sama sekali tidak terkait dengan bahan baku komoditi sebagaimana tersebut diatas.

Pasar minyak nabati dunia saat ini sedang mengalami perubahan mendasar, dan akan menghadapi tantangan yang tidak ringan dengan berbagai peluang besar yang mengiringi. Perkembangan standar hidup di berbagai negara berkembang, perkembangan populasi yang diikuti perubahan pola diet/asupan gizi dan ekspansi kebutuhan bioenergi merupakan kecenderungan utama/tren yang akan memegang peran dalam perkembangan sector komoditi ini dimasa mendatang.

Perkembangan nyata kebutuhan bioenergi global telah membawa peningkatan perhatian terhadap jenis komoditi ini. Perhatian berlebihan ini tidak telepas dari implikasi luas yang mungkin dapat ditimbulkan. Beberapa perhatian tersebut antara lain emisi net gas rumah kaca, perubahan tata guna lahan, konservasi keanekaragaman hayati, dampak terhadap ketahanan pangan dan dampak social-ekonomi masyarakat. Untuk mempertahankan bandul kesetimbangan dari dampak negative yang mungkin ditimbulkan, berbagai hal perlu dilakukan untuk menjamin aspek keberlanjutan dari operasi bioenergy dari minyak nabati. Beberapa hal yang bias dilakukan antara lain : sertifikasi, akreditasi dan traceability- yang akan membawa dampak besar, baik positif maupun negative dalam perkembangan industry bioenergi.


Sumber : IEA Bioenergy Final Report, 2009