6.04.2014

Tujuan Keterlibatan Masyarakat Dalam Amdal dan Izin Lingkungan

Pengelolaan lingkungan memerlukan peranmasyarakat (ilustr/net)
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup telah mengatur dan memberikan ruang yang sangat luas bagi masyarakat untuk dapat berperan serta dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Melalui asas-asas partisipatif yang menjadi salah satu asas dalam peraturan ini, setiap anggota masyarakat didorong untuk berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pedoman mengenai proses keterlibatan masyarakat sangat diperlukan dalam Amdal dan izin lingkungan. Pedoman ini antara lain berfungsi untuk menjamin terlaksananya hak dan kewajiban masyarakat di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Selain itu,keterlibatan masyarakat juga merupakan perwujudan pelaksanaan proses izin lingkungan yang transparan, efektif, akuntabel dan berkualitas.
Dalam penyusunan dokumen Amdal dan izin lingkungan tersebut, pemrakarsa wajib mengikutsertakan masyarakat secara luas. Dalam hal ini, masyarakat yang dimaksud mencakup:
1.       masyarakat terkena dampak;
2.       masyarakat pemerhati lingkungan; dan
3.       masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses Amdal.
Adapun tujuan dari keterlibatan masyarakat dalam penyusunan amdal dan izin lingkungan adalah :
  1. Masyarakat yarakat mendapatkan informasi mengenai rencana usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan;
  2. Masyarakat dapat menyampaikan saran, pendapat dan/atau tanggapan atas rencana usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan;
  3. Masyarakat dapat terlibat dalam proses pengambilan keputusan terkait dengan rekomendasi kelayakan atau ketidaklayakan atas rencana usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan;
  4. Masyarakat dapat menyampaikan saran, pendapat dan/atau tanggapan atas proses izin lingkungan;

referensi : PP No 27 Tahun 2012 & Permen LH No 17 Tahun 2012

Pelanggaran Hukum Administratif Bidang Lingkungan Hidup

ilustrasi/net
Hukum administratif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup didasarkan atas dua instrumen penting, yaitu pengawasan dan penerapan sanksi administratif. Pengawasan terhadap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dilakukan untuk mengetahui tingkat ketaatan terhadap perizinan lingkungan, perizinan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan ketentuan peraturan perundang undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Sanksi adminsitratif diberlakukan terhadap segala jenis pelanggaran terhadap tiga tool perizinan/ketentuan sebagaimana tersebut di atas.
Sanksi administrasi sebagai sebuah instrumen penegakan hukum lingkungan mempunyai arti penting terkait fungsinya sebagai instrumen pengendalian, pencegahan, dan penanggulangan perbuatan yang dilarang oleh ketentuan-ketentuan lingkungan hidup. Melalui sanksi administasi dimaksudkan agar perbuatan pelanggaran itu dihentikan, sehingga sanksi administrasi merupakan instrument yuridis yang bersifat preventif dan represif non-yustisial untuk mengakhiri atau menghentikan pelanggaran ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam persyaratan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Adapun bentuk-bentuk pelanggaran yang dapat ditindaklanjuti dengan pemberlakuan hukum adminsitratif melalui sanksi administratif meliputi antara lain  :
a. Pelanggaran terhadap Izin Lingkungan
Pelanggaran terhadap izin lingkungan adalah segala bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh setiap orang atau penanggung jawab usaha/kegiatan karena:
1)       tidak memiliki izin lingkungan;
2)       tidak memiliki dokumen lingkungan;
3)       tidak menaati ketentuan yang dipersyaratkan dalam izin lingkungan, termasuk tidak mengajukan permohonan untuk izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap operasional;
4)       tidak menaati kewajiban dan/atau perintah sebagaimana tercantum dalam izin lingkungan;
5)       tidak melakukan perubahan izin lingkungan ketika terjadi perubahan sesuai Pasal 50 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan;
6)       tidak membuat dan menyerahkan laporan pelaksanaan terhadap pelaksanaan persyaratan dan kewajiban lingkungan hidup; dan/atau
7)       tidak menyediakan dana jaminan.
b. Pelanggaran terhadap Izin Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pelanggaran terhadap izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah segala bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh setiap orang penanggung jawab usaha/kegiatan karena:
1)       tidak memiliki izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
2)     tidak memiliki izin lingkungan;
3)     tidak memiliki dokumen lingkungan;
4)     tidak menaati persyaratan izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
5)     tidak menaati kewajiban dan/atau perintah sebagaimana tercantum dalam izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; dan/atau
6)     tidak membuat dan menyerahkan laporan pelaksanaan terhadap pelaksanaan persyaratan dan kewajiban lingkungan hidup.
Adapun bentuk Izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah:
1)     izin pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun, yang meliputi:
a.       izin penyimpanan limbah B3;
b.       izin pengumpulan limbah B3
c.        izin pemanfaatan limbah B3;
d.       izin pengolahan limbah B3;
e.       izin penimbunan limbah B3;
2)     Izin dumping ke laut;
3)     izin pembuangan air limbah;
4)      izin pembuangan air limbah ke laut;
5)     izin pembuangan air limbah melalui injeksi;
6)     izin pembuangan emisi ke udara.
c. Peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan hidup.
Peraturan perundang-undangan di bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) beserta peraturan pelaksanaannya terdiri dari:
1)     peraturan pemerintah;
2)     peraturan presiden,
3)     peraturan menteri lingkungan hidup;
4)     peraturan daerah, dan/atau p
5)     peraturan kepala daerah untuk melaksanakan UUPPLH.
Selain bersifat represif, sanksi administrasi juga mempunya sifat reparatoir, artinya memulihkan keadaan semula, oleh karena itu pendayagunaan sanksi administrasi dalam penegakan hukum lingkungan sangat strategis bagi upaya pemulihan media lingkungan yang rusak atau tercemar. Berbeda dengan sanksi perdata maupun sanksi pidana, penerapan sanksi administrasi oleh pejabat administrasi dilakukan tanpa harus melalui proses pengadilan (nonyustisial), sehingga penerapan sanksi administrasi relatif lebih cepat dibandingkan dengan sanksi lainnya dalam upaya untuk menegakkan hukum lingkungan. Yang tidak kalah penting dari penerapan sanksi administrasi ini adalah terbukanya ruang dan kesempatan untuk partisipasi masyarakat dalam upaya pengendalian dampak lingkungan.



adapted from kemenlh.go.id

6.02.2014

Tujuan Penerbitan Izin Lingkungan

ilustrasi/net
Aktivitas pembangunan yang dilakukan dalam berbagai bentuk Usaha dan/atau Kegiatan pada dasarnya akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Dengan diterapkannya prinsip berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dalam proses pelaksanaan pembangunan, dampak terhadap lingkungan yang diakibatkan oleh berbagai aktivitas pembangunan tersebut dianalisis sejak awal perencanaannya.  Dengan adanya analisis dari perencanaan, langkah pengendalian dampak negatif dan pengembangan dampak positif dapat disiapkan sedini mungkin.
Instrumen perencanaan atau perangkat analisis yang digunakan untuk pengendalian dampak negatif dan pengembangan dampak positif tersebut adalah Amdal dan UKL-UPL (EIA/Environmental Impacts Assesment). Ketentuan perundang undangan bidang perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup menetapkan bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan).
Selain mengkaji (asses) dampak negatif/positif terhadap aspek biogeofisik dan kimia, amdal juga mengkaji aspek sosial ekonomi, sosial budaya, dan kesehatan masyarakat. Sedangkan untuk setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak berdampak penting, sesuai dengan ketentuan perundang undangan bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup diwajibkan untuk memiliki UKL-UPL. Pelaksanaan Amdal dan UKL-UPL yang sederhana dan bermutu menuntut  profesionalisme, akuntabilitas, dan integritas semua pihak terkait, agar instrumen ini dapat digunakan sebagai perangkat pengambilan keputusan yang efektif.
Amdal dan UKL-UPL juga merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan Izin Lingkungan. Pada dasarnya proses penilaian Amdal atau permeriksaan UKL-UPL merupakan satu kesatuan dengan proses permohonan dan penerbitkan Izin Lingkungan. Dengan dimasukkannya Amdal dan UKL-UPL dalam proses perencanaan Usaha dan/atau Kegiatan, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya mendapatkan informasi yang luas dan mendalam terkait dengan dampak lingkungan yang mungkin terjadi dari suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.  
Dengan tersedianya informasi yang luas dan mendalam, dapat disiapkanlangkah-langkah pengendalian dampak penting, baik dari aspek teknologi, sosial, dan kelembagaan. Berdasarkan informasi tersebut, pengambil keputusan dapat mempertimbangkan dan menetapkan apakah suatu rencana Usaha dan/atau Kegiatan tersebut layak, tidak layak, disetujui, atau ditolak, dan izin lingkungannya dapat diterbitkan. Masyarakat juga dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan dan penerbitan Izin Lingkungan.
Tujuan diterbitkannya Izin Lingkungan antara lain: (1) untuk memberikan perlindungan terhadap lingkungan hidup yang lestari dan berkelanjutan; (2) meningkatkan upaya pengendalian usaha dan/atau kegiatan yang berdampak negatif pada lingkungan hidup; (3) memberikan kejelasan prosedur, mekanisme dan koordinasi antarinstansi dalam penyelenggaraan perizinan untuk usaha dan/atau kegiatan; dan (4) memberikan kepastian hukum dalam usaha dan/atau kegiatan.


referensi : PP No 27 Tahun 2012

6.01.2014

Penyusunan Amdal dan Amanat Pembangunan Berkelanjutan

ilustrasi (tq to google.com)
Sesuai dengan amanah undang- undang dasar, proses pembangunan yang dilakukan oleh bangsa Indonesia harus diselenggarakan berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dan berwawasan lingkungan (environmentally sound). Saat ini ektraksi sumber daya alam perawan (virgin reosurces extraction) masih menjadi modal dasar pembangunan di Indonesia dan masih tetap menjadi andalan pembangunan di masa yang akan datang. Oleh karena itu, pengunaan sumber daya alam tersebut harus dilakukan secara bijak.
Pemanfaatan sumber daya alam tersebut hendaknya dilandasi oleh tiga pilar pembangunan berkelanjutan secara seimbang. Ketiga pilar tersebut adalah menguntungkan secara ekonomi (economically viable), diterima secara sosial (socially acceptable), dan ramah lingkungan (environmentally sound). Proses pembangunan yang diselenggarakan dengan cara tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan  dan kualitas kehidupan generasi masa kini dengan tetap memperhatikan kebutuhan generasi yang akan datang.

Aktivitas pembangunan yang dilakukan dalam berbagai bentuk Usaha dan/atau Kegiatan pada dasarnya akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Dengan diterapkannya prinsip berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dalam proses pelaksanaan pembangunan, dampak terhadap lingkungan yang diakibatkan oleh berbagai aktivitas pembangunan tersebut dianalisis sejak awal perencanaannya.  Dengan adanya analisis dari perencanaan, langkah pengendalian dampak negatif dan pengembangan dampak positif dapat disiapkan sedini mungkin.
Perangkat analisis atau instrumen perencanaan yang digunakan untuk pengendalian dampak negatif dan pengembangan dampak positif tersebut adalah Amdal dan UKL-UPL (EIA/Environmental Impacts Assesment). Ketentuan perundang undangan bidang perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup menetapkan bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan).
Amdal tidak hanya mencakup kajian dampak negatif/positif terhadap aspek biogeofisik dan kimia saja, tetapi juga aspek sosial ekonomi, sosial budaya, dan kesehatan masyarakat. Sedangkan untuk setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak berdampak penting, sesuai dengan ketentuan perundang undangan bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup diwajibkan untuk memiliki UKL-UPL. Pelaksanaan Amdal dan UKL-UPL yang sederhana dan bermutu menuntut  profesionalisme, akuntabilitas, dan integritas semua pihak terkait, agar instrumen ini dapat digunakan sebagai perangkat pengambilan keputusan yang efektif.


referensi : PP No 27 Tahun 2012

Azas Dalam Penyidikan Tindak Pidana Lingkungan Hidup

(Equality Before the Law@net)
Dalam rangka mewujudkan proses penyidikan tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang profesional, transparan, akuntabel, murah, independen, efektif dan efisien, Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup perlu mempedomani pedoman teknis yang didukung dengan administrasi penyidikan yang telah disepakati dengan unsur penegak hukum lainnya. Pedoman dimaksud salah satunya adalah Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyidikan Tindak Pidana Di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Melalui fungsi “Koordinasi dan Pengawasan” (Korwas) diharapkan pelaksanaan tugas pokok penyidikan antara Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup dengan Penyidik Polri dapat berjalan selaras dan harmonis. Proses penyidikan tindak pidana di bidang perlindungan dan pengeloaan lingkungan hidup oleh Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup dalam pelaksanaannya terkait dengan aparat penegak hukum lain terutama yang berada di dalam sistem peradilan kriminal (criminal justice system).
Dalam melaksanakan penyidikan, Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup harus memperhatikan azas-azas yang terdapat dalam Hukum Acara Pidana yang menyangkut hak-hak warga negara, antara lain:
1.  Legalitas
Penyidikan dilaksanakan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.
2.  Praduga tak bersalah (Presumption of Innocence)
Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
3.  Persamaan di muka hukum (Equality Before the Law)
Perlakuan yang sama atas diri setiap orang di muka hukum dengan tidak mengadakan perbedaan.
4.  Pemberian bantuan/penasehat hukum (Legal Aid/Assistance)
Setiap orang yang tersangkut perkara tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup wajib diberi kesempatan memperoleh bantuan hukum yang semata-mata diberikan untuk melaksanakan kepentingan pembelaan atas dirinya, sejak saat dilakukan penangkapan dan atau penahanan. Sebelum dimulainya pemeriksaan, kepada tersangka wajib diberitahukan tentang apa yang disangkakan kepadanya dan haknya untuk mendapat bantuan hukum atau dalam perkaranya itu wajib didampingi penasehat hukum.

Content disarikan dari Permen LH No 11 tahun 2012