Tampilkan postingan dengan label energi fosil. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label energi fosil. Tampilkan semua postingan

4.11.2013

Hutan, Aktor Utama Perubahan Iklim Global

Ketagihan dalam banyak kasus merupakan suatu hal yang sangat buruk. Keadaan dimana kita ketagihan akan sesuatu, memaksa kita mengkonsumsi melebihi batas, kemauan, hasrat dan nafsu telah mengendalikan akal sehat. Hal ini  terkadang membuat kita menolak suatu kebenaran yang hakiki dan membutakan kita akan dampak yang akan terjadi akibat dari perilaku kita.

Salah satu bentuk ketagihan dalam lingkungan sosial kita yang sangat berbahaya adalah kebiasaan dalam menghasilkan gas rumah kaca (GRK). Konsumsi batubara dan minyak bumi telah menjadi suatu jalan bebas hambatan yang menggerakkan pembangunan dunia menuju era industrialisasi.

Baik negara maju dan negara berkembang mempunyai tujuan yang identik dalam meningkatkan standar hidup warganya. Hal ini berimbas langsung terhadap tingginya tekanan terhadap lingkungan. Meski demikian, di negara dunia ketiga, dengan lebih sedikit energi terbarukan, salah satumya kayu bakar masih menjadi pilihan utama rakyat miskin.

Ketergantungan yang sangat besar dalam pemanfaatan energi karbon telah menjadi penyebab yang sangat nyata terhadap peningkatan drastis konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer. Kita tahu bahwa perubahan iklim global sedang terjadi, karbon dioksida (CO2) dan gas rumah kaca lainnya telah ditetapkan sebagai tersangka utama.

Yang kemudian tidak kita sadari adalah bahwa emisi karbon tidak hanya terjadi dalam bentuk pembakaran energi fosil. Sepanjang daerah tropis, hutan yang berharga ditebang demi kayu dan pembuatan kertas, perluasan lahan pertanian dan komoditas perkebunan. Lebih tragis lagi, hutan yang berharga dibabat habis demi produksi bahan bakar nabati yang konon terbarukan.
Hutan yang gundul berkontribusi terhadap efek rumah kaca tidak hanya melalui pelepasan karbon dioksida dari praktik pembakaran biomass tetapi juga dari hilangnya potensi absorbsi CO2 dari atmosfer melalui mekanisme fotosintesis. Kerugian ganda akibat kerusakan hutan ini lebih jauh memperparah terjadinya perubahan iklim global.

Hutan sudah seharusnya disadari telah berperan sebagai aktor utama panggung sandiwara dunia dengan lakon perubahan iklim global yang melibatkan seluruh penduduk dunia, mulai dari putihnya salju Himalaya sampai dengan birunya laut di Maladewa.

Contents adapted from The United Nations

2.25.2013

Bagaimana pola konsumsi kita berpengaruh terhadap perubahan iklim global



Meningkatnya  pola konsumsi kita berkorelasi langsung dengan terjadinya perubahan iklim global. Produksi bahan pangan dan sistem pertanian global sangat bergantung kepada energi fosil. Bahan bakar minyak digunakan pada hampir semua aspek produksi pangan, mulai dari pembuatan pupuk kimia, irigasi, mekanisasi pertanian sampai dengan pengolahan dan distribusi hasil pertanian.
Selanjutnya ketika makanan yang kita produksi tidak terkonsumsi dengan baik, misalnya karena kelebihan stok dan penurunan kualitas, bahan pangan tersebut akan berakhir di tempat sampah dan terdekomposisi secara anaerob. Masalah lebih besar muncul karena gas yang diemisikan dari proses tersebut adalah gas metana yang 25 kali lebih berbahaya dibanding karbon dioksida dalam efek rumah kaca.
Sebagai gambaran akan pengaruh pola konsumsi kita terhadap perubahan iklim global, berikut disajikan beberapa data yang berasal dari Organisasi Pangan Dunia (FAO).
·           Di negara Inggris, total emisi gas rumah kaca yang berasal dari makanan yang terbuang menjadi sampah setara dengan 20 persen emisi kendaraan di seluruh jalan raya Britania;
·           Makanan yang terbuang menjadi sampah di Amerika Serikat setara dengan 300 juta barel minyak bumi pertahun, hampir 4 persen dari  total konsumsi minyak negara tersebut;
·           Makanan menjadi komponen utama yang dibuang ke tempat pembuangan akhir sampah di Amerika Serikat, dan menjadi sumber bagi 34 persen emisi gas rumah kaca .
Selanjutnya bagaimana dengan kita di nusantara? Baiknya kita gali kembali segala nilai – nilai dan kerifan lokal yang ada, agar kita tidak sama dengan mereka. Agama mengajarkan bahwa Tuhan tidak menyukai hambanya yang berlebihan, misal dalam konsumsi makanan.
Sifat mubadzir adalah perbuatan setan. Kita mulai dengan membeli sesuai kebutuhan. Pastikan setiap kilogram bahan pangan yang kita siapkan aman sampai terkonsumsi di meja makan.
Mau, jadi kawan syaitan?
www. Maszoom.blogspot.com
adapted from FAO, Roma, Italia