4.10.2014

Minyak Nabati, Antara Pangan, Pakan dan Alternative Energy


Minyak sawit, minyak nabati paling penting sejagat (net)

Pertumbuhan nilai perdagangan komoditi minyak nabati dunia telah mengalami peningkatan tajam dalam beberapa dekade terakhir.  Beberapa factor telah menjadi pendorong perkembangan tersebut dengan beberapa diantaranya adalah : (i) peningkatan kebutuhan minyak nabati yang dipicu naiknya tingkat konsumsi akibat pertumbuhan penduduk, peningkatan taraf hidup dan perubahan pola makan di beberapa negara berkembang seperti China dan India ; (ii) perkembangan industri bioenergi khususnya biodiesel di seluruh dunia, khususnya di kawasan Uni Eropa, Amerika Serikat, Brazil, Argentina, China dan India; (iii) kenaikan harga juga dipicu beberapa factor secara tidak langsung seperti kenaikan harga minyak bumi, cadangan komoditi yang terbatas, kekeringan dan ulah spekulan komoditi; dan terakhir (iv) perubahan iklim global yang dapat berdampak luas dalam aspek geografis.

Dalam beberapa tahun terakhir muncul beberapa pelaku penting dan kecenderungan supply and demands didominasi oleh : (i) China, sebagai pemimpin dunia dalam hal impor minyak nabati; (ii) Indonesia, Malaysia dan Agentina dengan porsi mencapai 75% merupakan tiga negara utama pengekspor minyak nabat, dalam hal ini minyak sawit; (iii) Brazil telah menjadi salah satu eksportir kedelai kedua setelah Amerika Serikat, dimana kedelai tersebut selain sebagai bahan pangan juga menjadi makanan ternak (pakan) dan bahan minyak kedelai ; (iv) Argentina menjadi penguntit berikutnya dalam hal produksi dan ekspor kedelai di dunia.

Pasar minyak nabati dunia saat ini terbagi dalam dua golongan besar (i) bahan pangan yang mencapai 80% dari total produksi dan (ii) pemenuhan kebutuhan industri termasuk didalamnya biodiesel. Aspek terbesar pendorong  pertumbuhan kebutuhan minyak nabati masih pada pemenuhan kebutuhan bahan pangan meski perkembangan kebutuhan sebagai sumber energy alternative/biofuel/bio energy semakin penting. 

Sebagian besar masyarakat dunia telah menjadikan bioenergi sebagai kambing hitam terhadap meningkatnya harga pangan dunia. Selain itu konversi lahan untuk produksi minyak nabati di berbagai negara tropis dunia dianggap sebagai salah satu katalisator kerusakan hutan. Latar belakang sebenarnya sangat beragam dan rumit, dengan factor utama yang menjadi dampak kenaikan tersebut adalah fluktuasi/kenaikan harga minyak bumi dan ulah nakal spekulan komoditi pangan dalam perdagangan yang semakin mengglobal. Secara nyata telah dengan jelas tergambar bahwa biaya dasar dari bahan baku mempunyai peran yang relative kecil dalam penentuan harga jual komoditi pangan di negara berkembang. Yang kemudian lebih berpengaruh terhadap komoditi tersebut adalah isu isu lain yang sama sekali tidak terkait dengan bahan baku komoditi sebagaimana tersebut diatas.

Pasar minyak nabati dunia saat ini sedang mengalami perubahan mendasar, dan akan menghadapi tantangan yang tidak ringan dengan berbagai peluang besar yang mengiringi. Perkembangan standar hidup di berbagai negara berkembang, perkembangan populasi yang diikuti perubahan pola diet/asupan gizi dan ekspansi kebutuhan bioenergi merupakan kecenderungan utama/tren yang akan memegang peran dalam perkembangan sector komoditi ini dimasa mendatang.

Pasar komoditi minyak nabati dunia mempunyai gambaran yang sangat beragam, dimulai dari Cina dengan cirri impor yang sangat besar, sampai dengan India yang mempunyai perkembangan pasar rumah tangga yang sangat besar. Indonesia bersama dengan Malaysia yang secara tradisional telah menjadi produsen utama minyak nabati dunia (i.e minyak sawit), saat ini mulai mendapat tantangan kompetitif dengan besarnya ekspansi lahan dari beberapa negara lain seperti Thailand dan Kolombia. Amerika Serikat dan Kanada sebagai eksportir utama minyak kedelai, saat ini telah mendapat tantangan serius dalam menentukan pasar dengan berkembangnya sector komoditi ini di negara Brasil maupun Argentina. 

www.maszoom.blogspot.com
Sumber : IEA Bioenergy Final Report, 2009

Tidak ada komentar: