7.15.2014

Pembatasan Emisi Karbon, Kunci Berkebun Urban Ramah Lingkungan

ilustrasi kebun bunga (doc pribadi)
Saat ini dunia sedang mengalami dilema dengan semakin parahnya perubahan iklim global sebagai akibat pemanasan global. Pemanasan global pada dasaranya adalah terjadinya gangguan pada kesetimbangan daur karbon akibat berbagai aktivitas manusia. Ketika kita membakar minyak bumi, gas alam atau batubara, sejumlah besar rantai karbon prasejarah (fossil fuel) yang sudah tersimpan dibawah tanah selama jutaan tahun terbebaskan kembali ke atmosfer dalam bentuk karbon dioksida. Alternatif jalan yang dapat ditempuh untuk menyelamatkan kesetimbangan daur karbon tersebut adalah dengan mengunci atom karbon tersebut kembali dalam tanah.

Petani dan para peminat budidaya pertanian urban ikut berpartisipasi dan berperan dalam daur komplek tersebut melalui tanaman yang mereka kembangkan. Tumbuhan menangkap karbon dioksida dan diubah menjadi karbohidrat (pati atau gula) dan senyawa karbon lain (ex. selulose, lignin) yang menjadi komponen penyusun jaringan tumbuhan. Ketika jaringan tumbuhan yang kaya senyawa karbon ini dikonsumsi oleh binatang, atau ketika tanaman mati dan mikroorganisme tanah mendekomposisi menjadi kompos, karbon dioksida terbentuk dan kembali masuk ke atmosfer seperti sedia kala.
Kegiatan berkebun dapat dianggap sebagai suatu tindakan yang ramah lingkungan apabila hasil dari kegiatan tersebut secara prinsip menghasilkan lebih banyak karbon tersimpan dalam bentuk biomassa (massa tanaman) daripada karbon yang teremisikan. Pada dasarnya, langkah untuk mengukur tingkat emisi dari suatu kegiatan pertanian adalah sangat komplek dan menantang dengan melibatkan parameter yang tidak sedikit. Emisi ini akan mepertimbangkan penggunaan bahan bakar dalam pembibitan, penggunaan air, energi untuk membuat peralatan dan aspek lainnnya.
Berbagai jenis bahan dan peralatan - selanjutnya kita sebut sebagai input, yang digunakan dalam kegiatan berkebun mempunyai efek nyata terhadap jumlah karbon yang tersimpan ataupun teremisikan. Berbagai peralatan mekanis berbahan bakar fosil seperti mesin potong rumput maupun mesin pompa air merupakan contoh sebagian alat yang secara nyata mengemisikan karbon dioksida.

Selain peralatan, berbagai bahan (kimia) juga berkontribusi terhadap pemanasan global. Salah satunya adalah pupuk buatan, terutama yang berbasis nitrogen memerlukan energi yang sangat besar untuk membutanya, otomatis mengemisikan karbon yang tidak kalah besar. Bahkan pupuk organik berbasis nitrogen seperti kompos dan pupuk kandang juga mengemisikan gas rumah kaca dalam jumlah tertentu, utamanya apabila waktu dan aplikasinya tidak tepat.  Dalam sebuah studi di Amerika Serikat, hampir separuh pupuk buatan yang digunakan tidak terserap oleh tanaman dan terbuang percuma ke badan air, terlarut dalam air bawah tanah dan terdegradasi menjadi nitrogen oksida, gas rumah kaca yang 320 kali lebih kuat dari karbon dioksida. Hal yang mirip terjadi dalam penggunaan pupuk secara berlebihan pada halaman rumput yang terawat, dapat menjadi sumber emisi nitrogen oksida.  
Selain pupuk buatan, pestisida (termasuk insektisida, herbisida, dan fungisida) juga berkontribbusi terhadap pemanasan global. Pestisida dalam pembuatannya di pabrik, pengepakan dan distribusi memerlukan energi yang sangat besar, yang berkorelasi dengan emisi karbon. Sebuah studi terbaru mengindikasikan bahwa dalam proses produksinya, herbisida merupakan jenis peptisida yang menghasilkan emisi karbon relatif lebih banyak di dibanding jenis pestisida lainnya dan glipospat sebagai bahan aktif dalam herbisida merupakan senyawa kabon paling intensif (banyak). Pada akhirnya, penggunaan alternatif bahan alam menjadi solusi yang lebih memungkinkan untuk membatasi emisi karbon.

referensi : Union of Concerned Scientist, USA, April 2010

Tidak ada komentar: