10.09.2014

Bagaimana Menu Makan Kita Ikut Berandil Terhadap Pemanasan Global

Menu harian (ilustrasi/net)


Industri minuman dan makanan (food and beverage) merupakan salah satu sector yang secara intensif menyumbang emisi gas rumah kaca. Apabila kita memasukkan factor rantai produksi mulai dari proses produksi di lahan pertanian sampai dengan konsumsi di meja makan, emisi yang terjadi menjadi sangat besar. Selain itu fanyak factor lain yang berpengaruh dalam proses produksinya, seperti penggunaan lahan, input energy dan penggunaan bahan bakar. Untuk itu diperlukan suatu keberanian untuk merubah perilaku konsumsi kita dalam keseharian.

Dalam merubah perilaku, banyak cara dapat dilakukan, mulai dari hal kecil dan sederhana yang kita temui. Mengkonsumsi sedikit daging dan produk olahan (dairy products) seperti susu, keju, dalam jumlah terbatas merupakan langkah terbaik mengurangi emisi gas rumah kaca. Dalam prosesnya, produksi daging membutuhkan lebih banyak energy dibandingkan jenis makanan yang lain. Selain waktu produksi yang panjang, binatang bukan merupakan konventer biji bijian yang baik. Hewan seperti sapi, perlu di beri pakan dalam bentuk biji bijian/konsentrat dalam jumlah mencukupi, jumlah yang sama sebenarnya lebih dari cukup untuk memberi makan banyak orang secara langsung. Lebih jauh lagi, kotoran ternak setelah melalui proses fermentasi akan membebaskan sejumlah tertentu metana, gas rumah kaca yang 21 kali lebih berbahaya dari karbon dioksida.
Itulah mengapa menjadi vegetarian lacto (masih mengkonsumsi susu dan produk olahan) tidak banyak berefek terhadap perubahan perilaku yang lebih ramah emisi. Sebagai gambaran, susu perah dalam prosesnya mengemisikan metana 2 (dua) kali lebih banyak daripada sapi pedaging. Akan tetapi, produksi daging yang berkelanjutan bukannya tidak mungkin. Salah satu proses yang dapat dilakukan adalah dengn penggembalaan langsung di padang rumput yang akan memperbaiki kualitas tanah. Selain itu memanfaatkan kotoran sebagai penghasil biogas sebagai energy alternative dan meminimalisir penggunaan input energy secara intensif juga dapat dilakukan.
Alternatif lain dalam mengubah perilaku menuju keseimbagan emisi adalah dengan beralih ke produk makanan organic. Dalam prosesnya, pertanian organic menghindari penggunaan bahan buatan seperti pupuk kimia berbahan dasar minyak bumi. Selain lebih ramah lingkungan, pertanian organic dipercaya menghasilkan produk yang lebih baik bagi kesehatan. Akan tetapi, pertanian organic juga menghapi kendala terkait produktifitas yang terbatas sehingga memerlukan lahan yang luas untuk mencukupi lebih banyak penduduk.
Alangkah lebih baik ketika kita memilih suatu produk, kita mencoba melihat secara keseluruhan proses produksi dan jalur distribusi makanan atau bahan pangan yang akan kita beli atau masak. Memilih produk local selain menghidupkan roda ekonomi masyarakat setempat juga memangkas banyak energy yang dibutuhkan dalam pengepakan, penyimpanan, dan distribusi manakala kita memilih produk olahan atau produk daerah/negara lain.

Kick the Habits, UNEP, 2008 page 102

Tidak ada komentar: