Tampilkan postingan dengan label sampah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sampah. Tampilkan semua postingan

10.19.2014

Logam Berat dalam Budidaya Tanaman Pangan Perkotaan



illustrasi kebun urban/doc privat
Kegiatan berkebun di wilayah urban/perkotaan menghadapai tantangan yang beragam, sangat spesifik dan berbeda dengan kegiatan serupa yang dilaksanakan di kawasan rural/pedesaan. Selain ketersediaan lahan, sumber air yang terbatas, budidaya pertanian urban menghadapi tantangan terkait potensi kontaminasi logam berat dari lahan yang digunakan. Beragam logam berat seperti timbal, kadmium, nikel dan tembaga yang berasal dari sisa kegiatan urban seperti cat, gas atau minyak, sisa pembakaran sampah, pipa dan baterai diketahui mempunyai efek karsinogen yang berbahaya terhadap kesehatan. Logam berat tersebut dapat masuk kesistem  metabolisme tubuh melaui udara yang kita hirup, kemudian pada anak anak dapat terjadi melaui tangan yang bersentuhan dengan mulut atau hidung. Secara tidak langsung, logam berat dapat masuk ke jaringan tubuh melalui produk makanan yang kita konsumsi.

Berkaca pada berbagai kendala tersebut sangat penting untuk mengetahui kondisi lahan dengan melakukan tes tanah, atau paling tidak mengetahui sejarah penggunaan lahan urban tersebut. Berkebun dengan pengelolaan terstandar yang ketat merupakan strategi untuk mengurangi bahaya yang mungkin terjadi. Penggunaan sarung tangan, boot, masker dan cuci tangan rutin dengan sabun merupakan beberapa hal yang bisa dilakukan. Pada taraf tertentu, pembatasan akses lahan oleh anak anak mungkin merupakan langkah yang bisa ditempuh apabila kondisi lahan memang riskan dan berbahaya.

Beberapa strategi dapat dilakukan sebagai antisipasi terhadap lahan urban marginal yang kita miliki. Semua dilakukan untuk memimimalisir kemungkinan negatif dari kontaminasi logam berat dan polutan lahan kita. Beberapa langkah tersebut antara lain : 
  1. Meningkatkan kestabilan tanah dengan mengistirahatkan tanah (jawa=bera) dari tanaman pangan, mengurangi erosi debu oleh angin dengan tanaman penutup lahan, menghindari kontaminasi tanah ke manusia dan hewan piaraan. 
  2. Memilih tanaman buah dan sayuran buah (ex. mentimun, terong, kacang panjang) daripada sayuran daun (bayam, sawi) dan umbi umbian (ubi kayu, kacang tanah) dimana tanaman yang disebut terakhir menyerap logam berat hampir 10 kali lebih banyak dari pada tanaman buah. 
  3.  Memilih menanam beragam tanaman hias untuk alasan keindahan, peneduh dan lanscape daripada menanam tanaman pangan. 
  4.  Menambahkan lahan dengan kompos dan kapur/kalsium sehingga keasaman lahan akan berkurang sehingga mengurangi potensi absorbsi logam berat oleh tanaman. 
  5.  Aplikasi fitoremediasi, menanam tanaman yang mampu menyerap sejumlah besar logam berat dari lahan. Beberapa tanaman seperti bunga tanjung, puring/puding dan sansievera (lidah mertua) dikenal memiliki kemampuan tersebut. 
  6. Pembuatan guludan, bertanam dengan pot dan sistem tanam hidroponik juga mampu membatasi adsorpsi logam berat dari lahan yang terkontaminasi.

Itu aja ...
referensi : Union of Concerned Scientist, USA, April 2010

10.20.2013

Menangkap Peluang dari Pengelolaan Terpadu Sampah Padat Perkotaan


Memasuki dekade kedua abad informasi, dunia semakin didera arus urbanisasi yang semakin melaju tanpa terkendali. Urbanisasi tidak hanya menjadi permasalahan negara maju, tetapi telah mendatangkan masalah yang lebih besar bagi negara-negara berkembang akibat minimnya perencanaan dan  pengelolaan infrastruktur. Berbagai masalah sosial dan ekonomi seperti penciptaan lapangan kerja, tempat tinggal, pemenuhan kebutuhan dan pengelolaan sampah menjadi fenomena urbanisasi yang terjadi secara simultan. Dengan lebih dari separuh penduduk dunia tinggal di perkotaan, pengelolaan sampah telah menjadi masalah di hampir semua kawasan secara global.

Tantangan kehidupan perkotaan dengan timbulan sampah yang semakin meningkat membutuhkan suatu sistem pengelolaan yang dilakukan secara terpadu dan ramah lingkungan. Upaya pengelolaan sampah secara terpadu harus dimulai dengan program pengurangan kuantitas timbulan sampah. Program pengurangan kuantitas sampah yang di bawa ke TPA/landfill harus menjadi prioritas pada pelaksanaan program pengelolaan terpadu sampah padat perkotaan. Program pemanfaatan ulang sampah harus dimulai dari sumbernya, dilanjutkan selama proses pengangkutan dan di tempat pemrosesan akhir.

Tantangan pengelolaan terpadu sampah padat perkotaan membawa berbagai peluang yang sangat bernilai secara ekonomi. Pembatasan sampah atau pengurangan sampah dari sumbernya semakin disadari sebagai salah satu komponen penting dalam pengembangan daya saing. Banyak perusahaan ternama melakukan bebagai langkah tertentu untuk mengurangi timbulan sampah.  Usaha tersebut dilakukan tidak hanya sekedar untuk mengurangi timbulan sampah yang berkorelasi pada biaya penanganan sampah tetapi juga untuk meningkatkan efisiensi pamanfaatan sumber daya alam yang semakin sulit didapat.

Berkaitan dengan peningkatan komponen biaya energi dan sumber daya alam, pemanfaatan kembali (recovery) material dan energi dari sampah menjadi semakin menguntungkan secara ekonomi. Selanjutnya akan berkembang sebuah industri baru yang bertumpu kepada daur ulang sampah. Sebagai salah satu best practise, Pemerintah Negara Bagian Gujarat di India telah berhasil mengembangkan sebuah “Kawasan Industri Daur-ulang”. Berbagai keuntungan diperoleh kawasan industri ini dari recovery material sampah. Mulai dari ketersediaan bahan sepanjang tahun, harga bahan yang lebih terjangkau sampai dengan ketersediaan bahan yang bebas dari fluktuasi harga dibanding bahan perawan.

Pemisahan yang dilakukan sejak dini dari sumbernya menjadi salah satu kunci, menghasilkan material yang lebih bersih yang pada akhirnya berpengaruh pada kualitas dan nilai jual material daur ulang. Pada akhirnya, pengembangan dan keterlibatan berbagai sektor informal secara terintegrasi seperti kelompok masyarakat, perusahaan kecil, pemulung dan koperasi akan menjadi salah satu kunci keberhasilan pelaksanaan program pengurangan timbulan sampah (*_*).

Adaptasi dari :
Opportunity from Integrated Municipal Solid Waste Management/ISWM, USAID

5.28.2013

Peran Retribusi dan Kompensasi Dalam Pengelolaan Sampah


Sampah selama ini dipandang masih menjadi masalah yang seakan tak ada ujung pangkalnya. Sampah juga sering dikambing-hitamkan menjadi penyebab berbagai bentuk bencana seperti banjir, wabah penyakit, polusi dan berbagai bentuk bencana lainnya. Pengelolaan Sampah selama ini terkesan tanpa aturan yang baku meski sudah terbit Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan sampah yang dikeluarkan oleh pemerintah. Kurangnya pengaturan dan disiplin dalam pengelolaan sampah masih sangat terlihat di masyarakat, perilaku membuang sampah sembarangan sudah merupakan hal yang lumrah, pengolahan sampah dan daur ulang/pemanfaatan sampah seakan menjadi hal yang diluar kebiasaan.
 Sampai saat ini, aspek sosial budaya masih menjadi pe-er besar bagi para penguasa dan pembuat kebijakan. Masyarakat belum menyadari akan arti penting pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga terhadap sanitasi, kesehatan lingkungan dan penghematan sumber daya alam. Sampah dipandang sebagai sesuatu yang pribadi, taboo, terletak di belakang dan belum dianggap sebagai suatu materi berharga yang bernilai secara ekonomi. Akibatnya belum ada peran serta komponen masyarakat yang signifikan dalam pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga. Hal ini nampak nyata dari rasio realisasi retribusi dengan biaya operasional yang hanya sekitar 3%.
Dalam penyelenggaraan penanganan sampah, pemerintah kabupaten/kota memungut retribusi kepada setiap orang atas jasa pelayanan yang diberikan. Retribusi yang dipungut pemerintah daerah ditetapkan secara progresif berdasarkan jenis, karakteristik, dan volume sampah. Hasil retribusi ini selanjutnya digunakan antara lain untuk : (a) kegiatan layanan penanganan sampah; (b) penyediaan fasilitas pengumpulan sampah; (c) penanggulangan keadaan darurat; (d) pemulihan lingkungan akibat kegiatan penanganan sampah; dan/atau (e) peningkatan kompetensi pengelola sampah.
Muatan baru pengelolaan sampah adalah adanya pengaturan tentang pemberian kompensasi akibat dampak negatif kegiatan pemrosesan akhir sampah.  Dampak negatif tersebut antara lain diakibatkan oleh pencemaran air, pencemaran udara, pencemaran tanah , longsor, kebakaran, ledakan gas metan atau hal lain yang menimbulkan dampak negatif seperti sumber penyebaran penyakit.
Bentuk kompensasi yang diberikan berupa relokasi penduduk, pemulihan lingkungan, biaya kesehatan dan pengobatan, penyediaan fasilitas sanitasi dan kesehatan serta pemberian kompensasi dalam bentuk lain seperti biaya pendidikan, beasiswa, bantuan rehabilitasi rumah tinggal dan bantuan rehabilitasi jalan (id*r).
dari berbagai sumber

3.20.2013

Pengelolaan Sampah Munurut Standar Kententuan Pemerintah



Sampah selama ini dipandang masih menjadi masalah yang seakan tak ada ujung pangkalnya. Sampah juga sering dikambing-hitamkan menjadi penyebab berbagai bentuk bencana seperti banjir, wabah penyakit, polusi dan berbagai bentuk bencana lainnya. Pengelolaan Sampah selama ini terkesan tanpa aturan yang baku meski sudah terbit Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan sampah yang dikeluarkan oleh pemerintah. Kurangnya pengaturan dan disiplin dalam pengelolaan sampah masih sangat terlihat di masyarakat, perilaku membuang sampah sembarangan sudah merupakan hal yang lumrah, pengolahan sampah dan daur ulang/pemanfaatan sampah seakan menjadi hal yang diluar kebiasaan.
Sejatinya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah mengamanatkan perlunya perubahan yang mendasar dalam pengelolaan sampah yang selama ini dijalankan. Sesuai dengan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tersebut, pengelolaan sampah dibagi dalam dua kegiatan pokok, yaitu pengurangan sampah dan penanganan sampah.
Setidaknya ada tiga aktivitas utama dalam penyelenggaraan kegiatan pengurangan sampah, yaitu pembatasan timbulan sampah, pendauran ulang sampah, dan pemanfaatan kembali sampah. Ketiga kegiatan tersebut merupakan perwujudan dari prinsip pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan yang lazim disebut 3R (reduce, reuse, recycle).
Selanjutnya, terdapat lima aktivitas utama dalam penyelenggaraan kegiatan penanganan sampah yang meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah. Kegiatan pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tersebut bermakna agar pada saatnya nanti seluruh lapisan masyarakat dapat terlayani dan seluruh sampah yang timbul dapat dipilah, dikumpulkan, diangkut, diolah, dan diproses pada tempat pemrosesan akhir.
Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, kebijakan pengelolaan sampah dimulai. Kebijakan pengelolaan sampah yang selama lebih dari tiga dekade hanya bertumpu pada pendekatan kumpul-angkut-buang (end of pipe) dengan mengandalkan keberadaan TPA, diubah dengan pendekatan reduce at source dan resource recycle melalui penerapan 3R. Oleh karena itu seluruh lapisan masyarakat diharapkan mengubah pandangan dan memperlakukan sampah sebagai sumber daya alternatif yang sejauh mungkin dimanfaatkan kembali, baik secara langsung, proses daur ulang, maupun proses lainnya (*_*).


adapted from www.kemenlh.go.id