6.19.2013

Kedaulatan pangan, lebih dari sekedar cita-cita kemerdekaan


Frasa kedaulatan pangan menjadi suatu tema yang sangat seksi dalam beberapa dekade terakhir di awal abad ke 21. Tema ini sebegitu menarik utamanya di negara-negara berkembang di kawasan Eropa, Amerika Latin, Afrika dan tentunya juga kita di Asia. Dalam kenyataannya, masalah ini tidak begitu menjadi topik menarik pada negara-negara berbahasa Inggris seperti USA, Australia maupun UK sendiri.

                Tema kedaulatan pangan pertama kali muncul pada tahun 1996 pada agenda World Food Summit (Pertemuan Tingkat Tinggi Pangan Dunia) yang digagas oleh FAO, sebuah badan dunia yang mengurusi masalah pangan. Adalah sebuah organisasi petani pemilik lahan La Via Campesian (LVC) dari Amerika Latin yang pertama kali menggagas ide tersebut.

Akibat perdagangan global, hidup dan mati petani di Amerika Latin sangat dipengaruhi subsidi ekspor bahan pangan dan bantuan pertanian di Amerka Serikat. Kebijakan pemerintah Amerika Serikat telah menjadi semacam dumping produk pangan (impor produk pangan dengan harga dibawah harga lokal, kebanyakan melaui mekanisme subsidi pemerintah) bagi petani kecil di Amerika Latin dan merupakan salah satu efek negatif liberalisasi perdagangan bebas sektor pangandan pertanian  yang digagas WTO.

Hal yang mirip terjadi dengan adanya perang dagang produk pertanian antara Indonesia dan China. Banjir produk buah dari daratan China diperkirakan terjadi melalui mekanisme yang sama. Hal yang kemudian menjadi lebih parah ketika produk buah lokal Indonensi seperti Salak, Kesemek dan Duku mengalami kesulitan untuk menembus pasar Negeri Tirai Bambu. Sementara produk impor buah dari China seprti jeruk dan anggur sebernarnya bukan tidak bisa diproduksi di dalam negeri.

Benang merah yang dapat ditarik dari fenomena ini adalah bahwa mempertahankan kedaulatan pangan ternyata sama beratnya merebut dan mewujudkan cita-cita kemerdekaan. Perdangan global menjadikan semua negara sedemikian volatile dan fragile (rapuh) yang memerlukan proteksi menyeluruh dalam bentuk aplikasi kebijakan dari pemerintah yang lebih pro terhadap produk dan potensi lokal.
 
www.maszoom.blogspot.com
Contents adapted from FAO, Rome-Italy

Tidak ada komentar: