6.25.2013

Pengaruh Perdangan Bebas dan Liberalisasi Ekonomi Terhadap Kedaulatan Pangan


Perkembangan konsep kedaulatan pangan tidak terlepas dari fenomena globalisasi yang menuntut adanya liberalisasi sektor perdagangan (a.k.a perdagangan bebas). Gerakan liberalisasi perdagangan yang digagas negara-negara kapitalis-liberal menyandarkan idiomnya pada teori ekonomi yang menyatakan bahwa akan lebih baik apabila setiap unit ekonomi (dalam hal WTO adalah negara itu sendiri) mengkhususkan diri (spesialisasi) pada produksi barang/jasa yang dengan biaya lebih murah dibanding dibanding unit ekonomi yang lain. Perdagangan tanpa batas dalam kasus ini kemudia akan menghasilkan kesejahteraan global yang lebih besar.

Akan tetapi, satu hal yang tidak disadari kemudian adalah bahwa konsep perdagangan ini dalam pandangan sederhana akan menimbulkan efek menang-kalah diantara pihak yang terlibat. Mengantisipasi hal ini, kemudian pihak yang kalah akan mencari item atau komoditi perdagangan lain yang lebih memberikan keuntungan secara komparatif. Dengan konsep spesialisasi ini, maka produksi dunia akan barang-jasa akan terkotak-kotak dan mengesampingkan keanekaragaman (hayati) yang ada. Sebagai misal petani Indonesia sebaiknya menanam kakao yang hanya bisa tumbuh didaerah topis dan tidak menanam jagung atau kedelai meski secara pasar konsumsi kedelai di Indonesia sangat tinggi. Jagung atau kedelai sebaiknya diproduksi oleh petani di Amerika Serikat yang terbukti punya teknologi dan produktivitas yang lebih tinggi dengan harga jual yang lebih murah.

Konsep liberalisasi ekonomi ternyata hanya bagus diatas kertas, kenyataan yang terjadi adalah perdagangan bebas tidak pernah berjalan secara sempurna. Fakta yang ada, “ketidak-sempurnaan“ perdagangan bebas adalah sangat serius dan berbagai peraturan yang dikembangkan dalam menjaga “kebebasan” lebih banyak membawa bahaya daripada kebaikan terhadap liberalisasi itu sendiri. Beberapa ketidak sempurnaan yang banyak disebutkan antara lain :

·         Praktik subsidi produk/prose pertanian yang digunakan secara luas diberbagai negara dengan sistem/penerapan yang sangat berlainan;

·         Perkembangan pasar yang sangat oligopolis akan produk dan input pertanian.

Kondisi tersebut membawa pemikiran dari beberapa pihak yang berkompeten terhadap kedaulatan pangan dengan menyatakan bahwa secara kualitatif produksi bahan pangan dan pertanian adalah sangat berbeda dari perdagangan produk manufaktur yang dihasilkan banyak perusahaan. Pemikiran mereka menyatakan bahwa bahan pangan dan produk pertanian mempunyai nilai kualitatif tertentu dalam hidup dan fungsi sosial, dalam artian dia harus dipandang lebih dari sekedar barang dagangan/komoditi.

Perbedaan pandangan dan penilaian akan bahan pangan dan produk pertanian nampak nyata di banyak negara-negara berkembang. Di kawasan tersebut, produksi pertanian telah membentuk suatu sistem penghidupan dari sebagian besar populasi, lebih jauh proses produksi pertanian merupakan keseluruhan sistem budaya dan ekologi lokal. Dalam hal ini berbagai permasalahan penting terkait sistem ekonomi, lingkungan hidup, dan masalah sosial terikat erat dengan segala aktivitas agrikultur.


Contents adapted from FAO, Rome-Italy

Tidak ada komentar: