7.31.2014

Membatasai Penggunaan Bahan Kimia, Langkah Menuju Kebun Urban Ramah Lingkungan

Air, bahan kimia paling universal?net
Banyak dari masyarakat urban saat ini mengembangkan kegiatan berkebun baik dalam skala komunitas maupun personal. Masih ingat kegiaatan berkebun ibu ibu PKK atau kelompok dasa wisma? Kegiatan berkebun dapat dianggap sebagai suatu tindakan yang ramah lingkungan apabila hasil dari kegiatan tersebut secara prinsip menghasilkan lebih banyak karbon tersimpan dalam bentuk biomassa (massa tanaman) daripada karbon yang teremisikan. Pada dasarnya, langkah untuk mengukur tingkat emisi dari suatu kegiatan pertanian adalah sangat komplek dan menantang dengan melibatkan parameter yang tidak sedikit. Emisi ini akan mepertimbangkan penggunaan bahan bakar dalam pembibitan, penggunaan air, energi untuk membuat peralatan dan aspek lainnnya.

Berbagai jenis bahan dan peralatan - selanjutnya kita sebut sebagai input, yang digunakan dalam kegiatan berkebun mempunyai efek nyata terhadap jumlah karbon yang tersimpan ataupun teremisikan. Berbagai peralatan mekanis berbahan bakar fosil seperti mesin potong rumput maupun mesin pompa air merupakan contoh sebagian alat yang secara nyata mengemisikan karbon dioksida. Beberapa langkah dapat ditempuh menuju kebun ramah lingkungan, diantaranya:
Membatasi produk sintetis. Dengan semakin beragamnya produk sintetis di pasaran, penggunaan pupuk buatan, insektisida dan herbisida buatan memiliki kecenderungan meningkat. Di lain pihak, kesadaran penggunaan bahan alam sebagai subtitusi bahan diatas semakin berkembang. Bahan-bahan alami alternatif seperti pupuk organik, pupuk kandang dan  kompos terbukti lebih ramah terhadap lingkungan dengan jejak karbon  (carbon footprint) yang lebih kecil. Berbagai insektisida dan herbisida berbahan baku alami seperti beer bait, neem oil dan bacterial toxin juga terbukti lebih ramah terhadap perubahan iklim, aman terhadap binatang piaraan dan juga hewan liar.

Menggunakan Tenaga Manusia. Rumput, gulma dan daun daun tanaman yang berguguran dapat diperlakukan menggunakan tenaga manusia dan menghindari peralatan mekanis berbasis bahan bakar fosil. Ketika kita memiliki halaman berumput, kita bisa menggunakan peralatan manual bertenaga manusia, atau peralatan elektrik bertenaga listrik dari pada peralatan berbahan bakar minyak. Kita tahun bahwa penggunaan bahan bakar fosil merupakan penyumbang terbesar emisi gas rumah kaca. Setiap penggunaan peralatan mekanis yang menghabiskan 4,5 liter bensin, akan menimbulkan emisi karbon dioksida sebesar 9 kg ke atmosfer.
Rotasi tanaman/pergiliran. Jika kita memiliki kebun sayuran yang lumayan luas, memperbanyak jenis sayuran yang ditanam, melakukan pergiliran jenis tanaman dan lokasi lahan merupakan langkah terbaik. Pergiliran seperti sayuran daun (ex bayam) – sayuran buah (ex tomat)-sayuran umbi (ex kacang) juga sangat pantas untuk dicoba. Dengan melakukan pergiliran tanaman, hama tertentu bisa dikendalikan secara manual tanpa menggunakan peralatan mekanis atau bahan kimia. Selain itu pergiliran tanaman akan membuat tanah lebih sehat dan memungkinkan untuk beristirahat. Kemampuan jenis tanaman kacang kacangan/legumonisae untuk melakukan fiksasi nitrogen (mengikat nitrogen dari udara) memungkinkan kita untuk mengurangi kebutuhan pupuk nitrogen.

Mengenali jenis lahan/tanah. Banyak petani dan juga kita yang hobi berkebun secara sederhana menduga – duga kebutuhan unsur hara tanah pada saat pemupukan. Akibatnya tidak ada dosis atau takaran yang tepat apakah pupuk yang diberikan sesuai jenis dan jumlah, berlebih atau malah kekurangan. Untuk mendapatkan gambaran kesuburan suatu tanah memang memerlukan analisa profesional yang mendetail menyangkut keberadaan unsur pospor (P), potasium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg) dan juga derajat keasaman (pH). Akan tetapi secara sederhana kita bisa memperkirakan tingkat kesuburan tanah dari analisa kandungan organik, semakin banyak kandungan organik, ditandai dengan warna tanah yang menghiram, tanah akan semakin subur.
Hindari penggunaan peat/serat/media tanam buatan. Penggunaan peat (sphagnum, coco, serat batu) sebagai media tanam telah lama menimbulkan berbagai kontroversi terkait dengan asal materia tersebut. Sebagai contoh sphagnum yang banyak digunakan sebagai media tanam terutama jenis anggrek ternyata dalam ekstraksinya dari alam telah merusak keseimbangan alam liar dan mengganggu keseimbangan siklus hidrologi setempat. Sebagai alternatif, media tanam terbaik adalah kompos, yang dapat diproduksi dari sebelah dapur kita.

Ok, itu hanya sebagian, selanjutnya bisa kita kembangkan dewe-dewe. Yak yo ngono to gan?

referensi : Union of Concerned Scientist, USA, April 2010

 

Tidak ada komentar: